Kepla BNPT Ungkap Harapan 660 WNI Eks ISIS Minta Dipulangkan: Mereka Mayoritas Perempuan dan Anak
Pemerintah Indonesia membutuhkan waktu lama untuk memutuskan nasib 660 WNI mantan anggota ISIS yang meminta dipulangkan ke tanah air.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Indonesia belum memutuskan nasib 660 Warga Negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang meminta dipulangkan ke Tanah Air.
Sebab menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menjaga keamanan dari ancaman terorisme saat ini saja membutuhkan waktu lama untuk melakukan deradikalisasi.
Kepala BNPT, Suhardi Alius menegaskan belum ada keputusan mengenai nasib WNI eks ISIS tersebut.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube TVOneNews, Jumat (7/2/2020).
"Sekarang masih dalam pembahasan, Jadi belum ada keputusan sama sekali. Ini yang perlu saya luruskan dulu," ungkap Suhardi.
Suhardi mengatakan tidak mudah mengambil keputusan untuk memulangkan para mantan anggota ISIS itu.
"Nggak gampang saya sampaikan, di dalam negeri aja kita bagaimana menjaga supaya kondusif, paham-paham itu tidak berkembang dengan baiknya sudah luar biasa beratnya," terangnya.
"Apalagi dengan menghadapi tantangan tugas yang seperti itu," sambung Suhardi.
Sementara itu, Suhardi menyebut pemerintah tidak sedang menyusun rencana untuk memulangkan 660 WNI eks ISIS tetapi mereka lah yang meminta dipulangkan.
"Sebagai contoh tahun 2017 kita mengembalikan setelah 18 bulan di dalam Suriah."
"Dan itu langsung yang laki-laki masuk dalam proses hukum sekarang masih menjalani pidana, yang lainnya dikasih progam deradikalisasi termasuk seorang anak yang cuma ikut tahap pelatihan saja belum sampai tahap pembinaan," jelas Suhardi.
Suhardi menyampaikan seorang anak tersebut saat ini menjadi binaan BNPT yang membutuhkan waktu tiga tahun dari 2017 sampai 2020.
"Itu baru mulai beradaptasi padahal yang bersangkutan cuma ikut latihan termasuk bakar paspor," ujarnya.
Sehingga, ia menuturkan tingkat kesulitannya untuk menghilangkan rasa traumatik para mantan anggota ISIS itu sangat sulit.
"Jadi sekarang di sana juga walaupun 600 lebih yang kami dapatkan mayoritas perempuan dan anak-anak tapi mereka kan sudah punya pengalaman semacam itu," paparnya.
"Ini perlu menjadi pemikiran kita semua," imbuhnya.
3 Resiko Jika Pemerintah Pulangkan 660 WNI Eks ISIS
Pengamat Terorisme, Ridlwan Habib memaparkan ada tiga resiko yang harus siap dihadapi pemerintah jika memulangkan mantan anggota ISIS.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Jumat (7/2/2020).
Ridlwan Habib menyampaikan resiko pertama yakni ancaman keamanan.
"Saya bilang ancaman keamanan karena otoritas Kurdi yang sekarang menahan sekitar 400 tahanan lelaki dewasa dan 7000 sekian pengungsi wanita dan anak-anak."
"Itu mereka sudah tidak punya dana lagi. Mereka kehabisan dana," ujar Ridlwan.
"Mereka sangat mengandalkan bantuan dari pemerintah Ameriksa Serikat," sambungnya.
Ia menyebut Presiden Amerika Serikat, Donald Trump sudah menyatakan semua negara yang ada tahanan dan pengungsi ISIS harus membawa pulang ke negara masing-masing
"Itu diberi deadline Maret 2020 termasuk orang Indonesia."
"Kalau kemudian itu tidak diambil, makan otoritas Kurdi mungkin saja membubarkan penjara karena tak ada dana," paparnya.
"Kalau itu dibubarkan, mantan anggota ISIS ini akan menjadi orang-orang liar akan membahayakan keamanan," imbuh Ridlwan.
Lebih lanjut, Ridlwan mengatakan eks ISIS tersebut bisa membahayakan ketika mereka balik sendiri ke Indoensia tanpa adanya pengawasan.
Sementara itu, ia menyampaikan resiko kedua yakni hak asasi dan manusia (HAM).
'Kita pasti akan disorot terutama terkait dengan pengungsi anak-anak dibawah 10 tahun dan wanita-wanita lemah."
"Ada yang beberapa dari mereka diajak oleh ayah atau suaminya," kata Ridlwan.
Ridwan kembali menegaskan nantinya Indonesia akan disorot terkait HAM.
Selain itu, Ridwan menyampaikan resiko tiga yakni resiko politik.
"Kalau kita baca di media hari ini, partai-partai oposisi misalnya PKS sudah menyatakan WNI di Wuhan saja diambil kenapa yang di Suriah dibiarkan," terang Ridlwan Habib.
Menurutnya, tekanan politik ini konteksnya sangat berbeda.
"Tapi saya ingin sampaikan, PKS menggunakan momentum ini untuk berdiskusi secara politis kepada pemerintah," ujarnya.
Ia mengatakan resiko politik ini yang akan dihadapi Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Ridlwan menyebut kalau pemerintah Indonesia siap dengan tiga resiko itu kemungkinan memilih opsi membiarkan WNI eks ISIS bisa saja diambil.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.