Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pembangunan Gereja di Karimun Ditolak, Pemerintah Diminta Aktif Lindungi Ibadah Kaum Minoritas

Sejauh ini menurut Ulil Abshar Abdalla, peran keduanya belum optimal dalam melindungi minoritas

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Pembangunan Gereja di Karimun Ditolak, Pemerintah Diminta Aktif Lindungi Ibadah Kaum Minoritas
Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi
Cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla 

Ketua Umum Vox Populi Institut Indonesia (Vox Point) Yohanes Handojo meminta pemerintah agar tidak menutup mata dengan kasus penolakan gereja yang dilakukan oleh sekelompok massa itu.

Ia menegaskan negara harus hadir dalam persoalan yang dihadapi 700 umat Katolik yang berada Paroki Santo Joseph Karimun.

Organisasi Katolik itu menyayangkan sekelompok massa yang mencoba menghalang-halangi renovasi gereja tersebut.

Yohanes Handojo mengungkapkan melalui pers rilis, Jumat, (07/02/2020), penolakan tersebut merupakan noda di tengah toleransi yang terus dirajut selama ini.

Ia mengatakan Indonesia adalah negara yang berasaskan Pancasila yang menjunjung tinggi perbedaan serta turut serta mengupayakan kerukunan.

"Di Indonesia diakui enam agama besar yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan. Itu adalah hak konstitusi warga negara yang tidak bisa diganggu gugat" ucapnya.

Oleh karena itu ia menuturkan, kebebasan bagi setiap warga negaranya untuk memeluk agamanya masing-masing telah dijamin oleh undang-undang.

Berita Rekomendasi

Ia menjelaskan apa yang terjadi di Karimun tidak mencerminkan kerukunan umat beragama.

Menurut Handojo, Gereja ini pada dasarnya sudah didirikan sebelum Indonesia merdeka yakni sejak 1928.

Selain itu Gereja paroki Santo Joseph itu juga telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bernomor 0386/DPMPTSP/IMB-81/2019 tertanggal 2 Oktober 2019 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Karimun.

Ia menambahkan alasan penolakan gereja tersebut juga tidak masuk akal.

Baik itu karena menyebabkan kemacetan maupun soal tinggi bangunan tersbut.

"Padahal pihak gereja juga dengan rendah hati mengikuti permintaan warga agar gereja yang direnovasi tersebut tingginya tidak melebihi tinggi dari rumah dinas Bupati. Tinggi gereja hanya 11,75 meter sementara rumah dinas bupati 12 meter," ucapnya.

Ia menuturkan, bahkan tidak seperti gereja pada umumnya, gereja itu juga sepakat untuk tidak menggunakan salib di luar gedung dan juga patung Bunda Maria.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas