Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pro Kontra Pemulangan WNI Eks ISIS, Akademisi Tawarkan Opsi Ketiga: Pulangkan Anak dan Wanita Lemah

Wacana pemulangan lebih dari 600 WNI eks Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Tanah Air menuai polemik dan perdebatan banyak pihak.

Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Miftah
zoom-in Pro Kontra Pemulangan WNI Eks ISIS, Akademisi Tawarkan Opsi Ketiga: Pulangkan Anak dan Wanita Lemah
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Peneliti terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, menjadi pembicara pada diskusi terkait Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), di kantor redaksi Tribun, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2015). TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM - Wacana pemulangan lebih dari 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Tanah Air menuai polemik dan perdebatan banyak pihak.

Ada pihak yang setuju dengan wacana pemulangan WNI eks ISIS, tak sedikit pula yang menolak wacana tersebut.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan habib menawarkan opsi ketiga sebagai pilihan dari pro dan kontra yang ada.

Hal tersebut diungkapkan Ridlwan dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Senin (10/2/2020).

Ilustrasi ISIS
Ilustrasi ISIS (Screenshot video propaganda ISIS/Wired)

"Kami dari akademisi menawarkan opsi ketiga dari pro dan kontra ini."

"Yakni memulangkan khusus anak-anak di bawah 10 tahun dan wanita yang lemah," ujar Ridlwan.

Lebih lanjut, Ridlwan menjelaskan pertimbangan dari opsi tersebut adalah, mereka masih bisa direhabilitasi secara psikologis.

Berita Rekomendasi

Selain itu, jumlah mereka yang masuk kategori tersebut tidak banyak.

"Memang nanti akan ada perdebatan kenapa wanita yang nggak lemah nggak dipulangkan."

"Karena di ISIS itu wanita dan pria itu sama militannya, kemampuan mereka sama," ungkap Ridlwan.

Terkait kriteria yang masuk kategori wanita lemah, Ridlwan mengatakan, hal itu bisa diciptakan pemerintah melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

"Mendefinisikan misalnya, yang dianggap lemah itu yang sakit, ketika di sana sakit parah, kena rudal misalnya atau usia di atas 50 tahun," terangnya.

Selanjutnya, untuk kriteria anak-anak yang pantas dipulangkan.

Ridlwan menegaskan, mereka yang berhak dipulangkan adalah anak-anak di bawah 10 tahun.

Baca: Pengamat Terorisme Sebut Eks ISIS Gampang Bohong, Korban Terorisme: Berat Menerima, Trauma Masih Ada

Baca: Wacana Pemulangan WNI eks ISIS, Jokowi Sebut Ada Rapat, Menteri Agama Tegaskan Penolakan

"Dan anak-anak itu bisa didefinisikan misalnya dengan UU Perlindungan Anak."

"Anak-anak ini di bawah 17 tahun, tapi ingat 14 tahun di sana itu sudah gede banget."

"Mereka sudah bisa menembak, bongkar senapan mesin, bisa menciptakan bom, jadi bahaya juga."

"Bisa saja nanti kita definisikan anak-anak yang diambil adalah misalnya di bawah 10 tahun," papar Ridlwan.

Ridlwan mengaku, ia dan akademisi telah mempertimbangkan hal ini berdasar data-data dan situasi yang terjadi di internal Indonesia.

"Di internal kementerian, di internal BNPT, di lintas kementerian, kami melihat sangat belum siap untuk menerima semuanya," terangnya.

Namun, jika WNI eks ISIS yang dipulangkan secara selektif seperti yang sudah dipaparkan.

Hal itu bisa memungkinkan untuk dilakukan rehabilitasi tetapi tetap harus ada tambahan Satuan Tugas (Satgas).

"Harus ada misalnya dari Kementerian Perlindungan Anak, ada Kementerian Sosial di situ, ada psikolog-psikolog handal di situ," kata Ridlwan.

Hal tersebut perlu dilakukan lantaran, mengubah psikologi anak butuh usaha lebih keras.

Apalagi anak-anak yang terlibat pasca konflik, dengan situasi mereka melihat darah hampir setiap hari.

"Tidak hanya melihat(darah), mereka dilatih memegang pisau, mereka dilatih untuk menusuk orang."

"Jadi merehabilitasinya memang beban berat tetapi masih memungkinkan menurut kami," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas