Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Tetapkan Nurhadi DPO, Kuasa Hukum: Terlalu Berlebihan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in KPK Tetapkan Nurhadi DPO, Kuasa Hukum: Terlalu Berlebihan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Kuasa Hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, menyebut langkah KPK terlalu berlebihan.

"Menurut hemat saya itu tindakan yg berlebihan. Tidak sepatutnya seperti itu. Coba tolong pastikan dulu apakah surat panggilan telah diterima secara patut atau belum oleh para tersangka," kata Maqdir saat dimintai konfirmasi, Jumat (14/2/2020).

Selain Nurhadi, KPK juga menerbitkan DPO terhadap dua tersangka lainnya, yakni menantu Nurhadi, Riezky Herbiono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Tercatat ketiga tersangka sudah lima kali mangkir dari panggilan KPK.

Maqdir melanjutkan, sebaiknya KPK menunda pemanggilan lantaran pihaknya masih mengajukan permohonan praperadilan. Bahkan permohonan penundaan pemanggilan pun kami disampaikan pihaknya kepada KPK.

Baca: KPK Akan Tindak Tegas Nurhadi, Pengamat Ingatkan Konsekuensi Hukum

Baca: Nurhadi cs Kembali Ajukan Praperadilan Terkait Proses Penetapan Tersangka oleh KPK

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Ali Fikri  menegaskan, KPK akan terus bertindak tegas dan terus memproses perkara ini.

Berita Rekomendasi

KPK juga akan melakukan tindakan tegas sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak koperatif ataupun jika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum sebagaimana diatur di Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.  

Penerbitan DPO, kata Ali, dilakukan setelah sebelumnya KPK telah memanggil para tersangka secara patut. Namun ketiganya tidak hadir memenuhi panggilan tersebut. 

"Sesuai ketentuan pasal 112 ayat (2) KUHAP (orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya), tkait dengan hal tersebut, selain mencari KPK juga menerbitkan surat perintah penangkapan," kata Ali.

Ali melanjutkan, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020. 

"Kami ingatkan kembali agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum," tegas Ali. 

Ali mengujarkan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri pada Selasa (11/2/2020) untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut. KPK juga membuka akses penerimaan informasi bagi masyarakat yang mengetahui keberadaan para tersangka untuk melaporkan kepada kantor kepolisian terdekat ataumenginformasikan pada KPK melalui Call Center 198 atau nomor telepon 021-25578300. 

"Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting bagi KPK," kata Ali.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas