Syarif Heran Harun Masiku Susah Ditangkap Padahal Polisi Punya Intelijen Bagus dan Alatnya Lengkap
Syarif selaku satu di antara pimpinan KPK jilid IV menyatakan, komisi antikorupsi dulu sering membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) mencari buron.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membandingkan cara lembaga antirasuah jamannya dengan era Firli Bahuri Cs dalam hal mencari buronan.
Syarif selaku satu di antara pimpinan KPK jilid IV menyatakan, komisi antikorupsi dulu sering membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) mencari buron.
Pernyataan Syarif tersebut sekaligus menyindir KPK di bawah komando Firli Bahuri yang tak kunjung menemukan eks caleg PDIP Harun Masiku.
Padahal, kata Syarif, Harun sudah ada di Indonesia.
"KPK itu sering membantu Kejaksaan untuk mendapatkan buron. Jadi, seharusnya kalau dia ada di dalam Indonesia bisa didapat seharusnya," kata Syarif dalam diskusi bertajuk 'Menakar Peluang Uji Formil Revisi UU KPK di Mahkamah Konstitusi' di Tebet, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Baca: Pemerintah Dinilai Tidak Transparan soal Omnibus Law, Kemenakertrans: Masih Identifikasi Masalah
Syarif mengatakan, KPK memiliki sumber daya yang mendukung untuk menangkap koruptor.
Atas dasar itu, ia justru bingung ketika Firli tidak berhasil menangkap tersangka yang diyakini berada di Indonesia.
"Ya, kita punya peralatan. Bukan cuma peralatan, sebenarnya kita juga punya orang, kita juga bisa bekerja sama dengan polisi, kan. Di Kepolisian ada intelijen. Jadi, bahkan lari ke luar negeri pun jaringan KPK lumayan lengkap," katanya.
"Jadi, yang high profile seperti Harun Masiku ini kalau dia di Indonesia, ya, berdasarkan dulu-dulu tidak sulit sih," imbuhnya.
KPK menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan; eks caleg PDIP Harun Masiku; mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina; dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR.
Wahyu dan Agustiani diduga menerima suap dari Harun dan Saeful dengan total sekitar Rp900 juta.
Suap itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Tiga dari empat tersangka kasus ini telah mendekam di sel tahanan.
Sementara, tersangka Harun Masiku masih buron hingga kini.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui dapil Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Baca: MAKI Beberkan Bukti Harun Masiku Tak Punya Uang untuk Suap Wahyu Setiawan
Bahkan pada 21 Januari, istri Harun, Hildawati, mengakui suaminya memberi kabar sudah berada di Indonesia pada 7 Januari.
Belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.