Draf Omnibus Law Cipta Kerja Sebut PP Bisa Cabut UU, Ini Respons dari Mahfud MD hingga Yasonna Laoly
Pasal dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dikabarkan ada aturan yang menyebut pemerintah bisa mencabut UU melalui peraturan pemerintah (PP).
Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pasal dalam draf Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, dikabarkan ada aturan yang menyebut pemerintah bisa mencabut UU melalui peraturan pemerintah (PP).
Kabar tersebut kemudian mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh, termasuk Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, dan Menkumham Yasonna Laoly.
Mahfud MD dan Azis Syamsuddin menilai aturan dalam draf tersebut keliru dan salah ketik.
Sementara itu, Yasonna Laoly menyebut PP tak bisa untuk membatalkan ataupun mengubah Undang-undang.
Baca: Mahfud MD Duga Pasal 170 Pada Draf RUU Omnibus Law Salah Ketik
Baca: Ketua MK Luruskan Pandangan Sejumlah Pihak Terkait RUU Omnibus Law
Berikut penjelasan lengkapnya:
Mahfud MD
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, ada kemungkinan penempatan aturan di dalam draf tersebut karena salah ketik.
Sebab, PP dan peraturan presiden tak bisa untuk mengubah isi Undang-undang.
Sehingga, dirinya menduga ada sebuah kesalahan dalam pengetikannya.
"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Senin (17/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, jika UU diganti lewat PP pengganti undang-undang (perppu) bisa dilakukan.
"Kalau UU diganti dengan perppu itu sejak dulu bisa. Sejak dulu sampai kapan pun bisa," jelas Mahfud MD.
Sehingga, ia meminta pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja itu disampaikan kepada DPR RI.
"Coba nanti dipastikan lagi, saya tidak yakin kok ada isi UU bisa diganti dengan PP. Coba nanti dicek dulu ya, pasal berapa? Nanti saya cek," imbuh Mahfud.
Azis Syamsuddin
Senada dengan Mahfud MD, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menilai PP tidak mungkin bisa membatalkan isi Undang-undang.
"Secara filosofi hukum enggak bisa. PP itu enggak bisa mengubah undang-undang. Itu tata urutan perundang-undangan," kata Azis di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca: Fakta RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Bonus Pekerja Capai 5 Kali Gaji, Uang Penghargaan Dipangkas
Baca: SesMenko Perekonomian Sebut RUU Omnibus Law Cipker Lindungi Pekerja, Presiden OPSI: Tak Sesuai Fakta
Menurutnya, peraturan dalam draf tersebut mungkin saja ada kesalahan pengetikan.
"Saya enggak bisa bilang salah. Mungkin salah ketik," ungkapnya.
Ia menyatakan, draf RUU tersebut akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah.
"Kan nanti dalam pembahasan saja. Dalam pembahasan kan bisa dibahas. Kan ini bukan rigid, paten. Masih dimungkinkan dilakukan perubahan," jelas Azis.
Yasonna Laoly
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly belum bisa memberikan penjelasan lebih lanjut soal isi UU yang bisa diubah oleh pemerintah melalui PP.
Baca: Kritik Proses Pembuatan Omnibus Law, Ketua KASBI: Ini Sangat Misterius
Baca: Di RUU Omnibus Law, Pemerintah Tetap Tindak Tegas Perusak Lingkungan
Namun, menurutnya, pasal tersebut ada karena perundang-undangan posisinya ada di bawah PP.
"PP memang tak boleh membatalkan undang-undang. Perundang-undangan itu maksudnya. Perundang-undangan di bawah PP. Bisa, itu ya!" kata Yasonna di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (16/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Namun, Yasonna mengaku harus mengeceknya terlebih dahulu, untuk memastikan isi pasal 170 itu terdapat kekeliruan atau tidak.
"Nanti saya cek," imbuh Yasonna Laoly.
Diketahui, dalam pasal 170 ayat Bab XIII Omnibus Law Cipta Kerja disebutkan bahwa pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan yang ada pada UU tersebut dan/atau mengubah ketentuan dalam UU yang tidak diubah dalam UU tersebut.
Lalu pada pasal 170 ayat (2) disebutkan, perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PP.
Pada ayat (3) dalam pasal yang sama dijelaskan, dalam rangka penetapan PP, pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny/Tsarina Maharani/Deti Mega Purnamasari)