Bivitri Susanti: DPR Tabrak Aturan Main Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Dia menjelaskan upaya pemohon mengajukan uji formil terhadap UU KPK hasil revisi menggambarkan bagaimana proses legislasi semakin menjauh
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Bivitri Susanti meminta majelis hakim konstitusi melihat proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Mahkamah Konstitusi perlu mengambil putusan sebaik-baiknya melihat proses pembentukan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Ini bertentangan dengan aturan proses legislasi," ujar Bivitri, saat memberikan keterangan sebagai ahli di sidang uji formil dan materil UU KPK hasil revisi, di ruang sidang pleno lantai II gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (19/2/2020).
Dia menjelaskan upaya pemohon mengajukan uji formil terhadap UU KPK hasil revisi menggambarkan bagaimana proses legislasi semakin menjauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh para pembuat undang-undang.
Baca: Ini Daftar Nama Calon Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah yang Diusung PDIP pada Gelombang I
Dia menilai pembuat undang-undang terutama DPR RI menabrak aturan Undang-Undang 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Adanya aturan main yang jelas dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 maupun tata tertib DPR. Pertanyaan besar yang mungkin muncul di benak banyak orang adalah mengapa, mengapa pembuat undang-undang menabrak aturan main yang telah dibuatnya sendiri? Jawabannya terletak pada soal kepentingan," ujarnya.
Baca: Megawati: Kenapa Formula E Harus di Monas? Itu Cagar Budaya
Untuk itu, dia meminta kepada majelis hakim konstitusi memutus secara adil perkara tersebut.
"Karena kepentingan yang tak terhindarkan itulah justru kehadiran mahkamah sangat penting," tambahnya.