KPK Jawab Kekhawatiwan ICW Soal Penghentian Penyelidikan 36 Kasus: Tak Ada Penyalahgunaan Kekuasaan
KPK menegaskan tidak ada potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dibalik keputasannya menghentikan penyelidikan 36 kasus.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak ada potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dibalik keputasannya menghentikan penyelidikan 36 kasus.
Adapun proses penghentian penyelidikan tersebut adalah usulan dari bawah yakni Satuan Tugas (Satgas).
Pernyataan ini diungkapkan oleh Plt Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri dalam program PRIMETIME NEWS yang dilansir dari YouTube metrotvnews, Sabtu (22/2/2020).
Sebelumnya tudingan tersebut datang dari pihak Indonesia Corruption Watch (ICW).
Baca: MAKI Akan Gugat KPK Terkait Penghentian 36 Perkara
Baca: KPK Firli Bahuri Hentikan 36 Perkara, Bambang Widjojanto: Bukan Prestasi yang Perlu Dibanggakan
ICW khawatir langkah KPK ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasan yang dilakukan oleh para komisioner lembaga antirasuah itu.
Menanggapi hal ini, Ali menuturkan pihaknya paham betul atas kekhawatiran dari ICW.
Mengingat dari 36 kasus yang dihentikan, di antaranya melibatkan aparat penegak hukum.
Terlebih, Ketua KPK Firli Bahuri merupakan polisi aktif.
"Siapapun boleh berpendapat dan kami menghargai hak tersebut," kata Ali.
"Memang benar yang dihentikan ini adalah antara lain yang melibatkan aparat penegak hukum . Tapi saya tegaskan sekali lagi, usulan ini dari bawah, Satgas penyelidikan kepada pimpinan," jelasnya.
Lebih lanjut, jubir KPK ini menjelaskan terkait mekanisme dalam proses penghentian 36 perkara ini.
Baca: Mengintip Vila Mewah Nurhadi, Mantan Sekretaris MA Buron KPK, Harga Diperkirakan Capai Miliaran
Baca: Tanpa Sepengetahuan Dewan Pengawas, KPK Hentikan 36 Perkara yang Sudah Tahap Penyelidikan
Menurut penuturannya, setelah hasil penyelidikan keluar, maka dibuatlah laporan hasil penyelidikan tersebut.
Sementara dalam laporan tersebut terdapat dua jalur, pertama jika ditemukan bukti permulaan yang cukup kuat maka kasus dapat dilanjutkan pada tahap penyidikan.
Begitu juga sebaliknya, kalau tim berpendapat tidak ada bukti permulaan tersebut maka aka diusulkan untuk dilakukan penghentian penyelidikan.
"Mekanisme penghentian perkara bukan dari atas ke bawah tetapi dari bawah melalui jenjang struktural yang sudah ada dalam ketentuan SOP KPK," jelasnya.
Baca: Rencana Panggil Ulang, KPK Sebut Ahmad Sahroni Tahu Kasus Suap di Bakamla
Baca: MAKI Sebut Izin Advokat Buron KPK Harun Masiku Terbit Baru Tahun 2015
"Yakni melalui direktur peenyelidikan, kedeputian penindakan, baru sampai ke pimpinan," imbuhnya.
"Nah di pimpinan, yang diterima bentuknya adalah review laporan-laporan tersebut," kata Ali.
Dalam kesempatan itu Ali juga mengungkapkan bahwa pimpinan KPK bisa saja menolak penghentian penyelidikan terhadap 36 kasus tersebut.
Tetapi memang dalam 36 kasus ini ketika usulan dari bawah tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup maka pimpinan KPK menyetujuinya.
Terkait dugaan adanya keterlibatan aktor penting dalam keputusan tersebut, Ali membantahnya dengan tegas.
"Saya kira tidak seperti itu," tegasnya.
Baca: Bisa Dibuka Kembali, 36 Kasus Dugaan Korupsi yang Dihentikan KPK Sebagian Besar Melalui Penyadapan
"Karena perkara ini kan perkara yang lama, sekira 9 atau 8 tahun yang lalu," imbuhnya.
Sehingga untuk menjamin kepastian hukum, tim telah melakukan kajian yang sangat mendalam.
"Setelah dikaji ternyata dari tim satgas penyelidikan berpendapat bahwa bukti permulaannya tidak cukup," kata Ali.
"Sehingga dilakukan usulan untuk penghentian 36 kasus tersebut," ujarnya.
Kritik ICW Terhadap KPK Terkait Penghentian 36 Kasus
Penghentian 36 kasus yang diputuskan oleh KPK ini menarik perhatian sejumlah pihak, khususnya Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW mempersoalkan dan mempertanyakan adanya langkah yang diambil oleh lembaga antirasuah itu.
Bahkan pihak ICW menduga kasus yang dihentikan ini berkaitan dengan aktor penting seperti kepala daerah, anggota legislatif, hingga penegak hukum.
Hal ini disampaikan oleh Peneliti ICW, Wana Alamsyah.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara," ujarnya yang dikutip dari Kompas.com.
Baca: Politisi PPP Nilai Wajar KPK Hentikan Penyelidikan 36 Perkara tapi . . .
Terlebih Ketua KPK, Firli Bahuri merupakan polisi aktif.
Sehingga ICW khawatir akan adanya konflik kepentingan dalam keputusan penghentian kasus tersebut.
Tak hanya khawatir, Wana juga menyayangkan keputusan Firli cs ini.
Sebab penghentian 36 kasus korupsi ini membuat kinerja KPK di bidang peindakan akan merosot tajam.
"Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," jelasnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Ardito Ramadhan)