Meski Dekat Pemerintah, KSPSI akan Tetap Lantang Bela Hak Buruh
"Memahami kalau berbeda pendapat tidak akan membuat kami bermusuhan. Tapi, jangan pernah meninggalkan buruh Indonesia," tuturnya
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyampaikan akan lantang membela hak-hak buruh, meski organisasinya dikenal dekat dengan pemerintah.
"Kami loyalis Presiden Jokowi tapi tidak hilang kiritisnya. Terbukti, walaupun Presiden Komisaris BUMN, saya tetap memimpin buruh untuk turun ke jalan mengkritisi Omnibus Law Cipta Kerja di DPR belum lama ini," kata Andi Gani, Sabtu (22/2/2020).
Baca: Siti Nurbaya Bakar: RUU Cipta Kerja Untuk Kesejahteraan Rakyat
Andi Gani yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mendengar kegelisahan yang disampaikan buruh dalam Omnibus Law Cipta Kerja.
"Saya yakin Pak Jokowi mengerti ini, memahami kalau berbeda pendapat tidak akan membuat kami bermusuhan. Tapi, jangan pernah meninggalkan buruh Indonesia," tuturnya.
Andi Gani berharap KSPSI yang saat ini sudah berusia 47 tahun, meminta dukungan semua pihak dalam berjuang di DPR melakukan dialog dengan berbagai fraksi memecahkan masalah yang ada di Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kita bertarung gagasan nanti di parlemen. Berjuang sekuat-kuatnya di jalan tapi tetap harus elegan," ucap Andi Gani.
Namun, kata Andi Gani, jika terjadi deadlock juga di DPR, buruh dipastikan akan kembali turun ke jalan.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberikan apresiasinya kepada buruh terutama KSPSI.
"Semoga diusia yang semakin matang ini, KSPSI tetap konsisten dalam memperjuangkan dan menjadi garda terdepan membela kesejahteraan bagi para pekerja di Indonesia," katanya.
Terkait Omnibus Law Cipta Kerja, kata Ida, pemerintah membuka seluas-luasnya ruang diskusi.
Baca: Omnibus Law Tak Dikenal dalam Sistem Perundang-undangan di Indonesia
Selain itu juga diharapkan ada dialog-dialog konstruktif agar ditemukan jalan keluarnya.
"Saya tetap berharap diselesaikan dengan mendialogkan. Kan sekarang sudah ada tim yang bisa menjadi penengah, ada juga tripartit semoga selesai dengan baik," ucapnya.
Jokowi: Masyarakat masih bisa beri masukan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat penolakan dari berbagai pihak.
Menurutnya, RUU ini masih bisa diubah dengan masukan dan pertimbangan dari masyarakat karena belum menjadi undang-undang dan masih diproses di DPR.
"Pemerintah bersama DPR itu selalu terbuka, ini masih baru awal mungkin masih 3 bulan, masih 4 bulan baru selesai atau 5 bulan. Wong satu per satu belum dilihat sudah dikritik."
"Ini belum Undang-undang lho ya. Rancangan Undang-undang baik asosiasi, baik serikat, baik masyarakat bisa memberikan masukan sekali lagi kepada pemerintah kementrian maupun DPR," ujar Jokowi dikutip melalui YouTube Kompas TV, Jumat (21/2/2020).
Sementara itu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan jika dibuatnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk menyejahterakan masyarakat.
Karena itu tugas utama dari pemerintah.
Baca: Omnibus Law Cipta Kerja Mengatur Karyawan Kontrak Dapat Kompensasi Satu Bulan Gaji Bila Kena PHK
"Tidak akan ada pikiran pemerintah untuk menyakiti buruhnya atau rakyatnnya sendiri tidak mungkin. Pasti pemerintah melihat untuk mensejahterakan rakyatnya, karena itu tugas pokok dari Presiden, pemerintah."
"Untuk memeberikan perlindungan kepada mereka mempermudah mereka dalam melindungi perusahaan juga, jadi semua harus seimbang," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan RUU Cipta Kerja masih dapat diperbaiki ketika proses pembahasannya berada di DPR.
"Yang penting RUU Cipta Kerja itu sekarang masih dalam bentuk rancangan. Dimana semua perbaikan baik karena salah maupun perbedaan pendapat itu masih bisa diperbaiki selama proses di DPR," ujar Mahfud MDdikutip melalui YouTube metrotvnews, Selasa (18/2/2020).
Menurut Mahfud MD, di negara demokrasi, RUU masih bisa diperbaiki dan masyarakat mempunyai hak untuk menilainya.
"Jadi tidak ada Peraturah Pemerintah (PP) bisa merubah undang-undang dan kalau itu keliru itu nanti bisa diperbaiki didalam proses di DPR.
"DPR bisa mengubahnya rakyat bisa mengusulkannya namanya RUU di negara demokratis itu bisa diperbaiki selama masa pembahasan dan sekarang sudah dimulai proses penilaian oleh masyarakat silahkan aja dibuka," ungkapnya.
Dikutip dari Kompas.com,Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi dan menempuh langkah hukum untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca: Anggota DPR: Perlindungan dan Kesempatan Usaha Bagi UMKM Jadi Prioritas di Omnibus Law
Hal tersebut disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal saat menggelar konferensi pers, merespons rencana pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).
"Secara hukum kami akan lakukan judicial formil. Batalkan semua isi UU Omnibus Law, tidak hanya tentang ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan judicial review pasal-pasal mana yang merugikan.
Pihaknya akan meminta MK membatalkan pasal yang merugikan.
"Berikutnya citizen law suit, gugatan warga negara, karena buruh sebagai warga negara dirugikan dengan sikap pemerintah yang sangat kapitalis dan liberal," kata dia.
Menurut Iqbal, adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini membuat dunia tenaga kerja diliberalisasi. Hal tersebut terlihat dari pasal-pasal yang termuat dalam RUU tersebut.
"Orang tidak punya perlindungan terhadap upah dan pendapatan serta orang tidak dapat jaminan kesehatan dan pensiun," kata dia.
Setelah melakukan kajian terhadap RUU Cipta Kerja, ia menilai, apa yang dilakukan pemerintah melalui omnibus law hanya omong kosong.
Baca: Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Sebaiknya Dibahas Melalui Mekanisme Badan Legislasi DPR RI
"Kami minta DPR secara politik batalkan omnibus law RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dan semua yang berhubungan dengan ketenagakerjaan," pungkas dia.
KSPI mengungkapkan sembilan alasan mengapa mereka menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Kesembilan alasan itu adalah soal hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas di semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.
Kemudian jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), PHK yang dipermudah, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.