Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar UI Bahas Untung-Rugi Indonesia Dicabut dari Status Negara Berkembang oleh Trump

Pencabutan status Negara berkembang oleh USTR tidak otomatis berarti Indonesia dianggap oleh Amerika Serikat sebagai negara maju.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Guru Besar UI Bahas Untung-Rugi Indonesia Dicabut dari Status Negara Berkembang oleh Trump
dok pribadi
Hikmahanto Juwana 

"Belum lagi praktek jual beli Certificate of Origin akan terhenti dengan sendirinya," jelasnya.

Oleh karenanya pencabutan status sebagai negara berkembang oleh pemerintah AS akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan para pelaku Indonesia.

Karena dia menjelaskan, barang asal Indonesia tidak akan lagi mendapat keistimewaan.

Lapangan pekerjaan di Indonesia menurut dia, juga akan mengalami penurunan mengingat investor asing tidak berminat lagi menjadikan Indonesia sebagai tempat berproduksi.

"Belum lagi para pelaku usaha Indonesia dituntut untuk lebih kompetitif dalam memproduksi barang yang akan diekspor ke AS dan mampu bersaing dengan produk yang sama yang diproduksi di AS," jelasnya.

Tanggapan Pemerintah

Dikutip dari Kontan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kebijakan AS ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas perdagangan negara berkembang.

Berita Rekomendasi

“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya, Jumat (21/2/2020) lalu.
Setali tiga uang, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi daripada negara berkembang lainnya.

Sebagai contoh, pajak-pajak impor yang diatur AS atas barang Indonesia bakal lebih tinggi, termasuk bea masuk.

“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.

Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.

Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Dampaknya memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung. Padahal selama ini Indonesia surplus dari AS.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas