Permohonan Uji Materi Sistem Pemilu Serentak Nasional dan Lokal Ditolak
MK menyerahkan penentuan model pemilu kepada pembentuk Undang-Undang, yaitu pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan pertimbangan MK di putusan ini.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) antara nasional (Pilpres, Pileg DPR dan DPD) dan lokal (kepala daerah dan DPRD) ditolak majelis hakim konstitusi.
"Amar putusan, mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi pemohon dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan di ruang sidang pleno lantai II gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
Anwar Usman membacakan putusan untuk permohonan perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 itu terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Pilkada).
Baca: Siti Nurbaya Resmikan Sistem Informasi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Baca: Menteri Kehakiman Jepang Disebut Oposisi Perusak Sistem Keadilan
Baca: Tes Kepribadian - Orang Ini Lihat ke Atas atau ke Bawah? Ungkap Seberapa Tertekannya Dirimu
Pada pertimbangannya, Anggota Majelis Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, permohonan itu ditolak karena MK tak berwenang menentukan desain pemilu. Apabila permohonan diterima, maka dapat berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya.
MK menyerahkan penentuan model pemilu kepada pembentuk Undang-Undang, yaitu pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan pertimbangan MK di putusan ini.
Keserentakan pemilu dengan pemilihan DPRD dapat tinjau atau ditata kembali.
Peninjauan dan penataan itu dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah prinsip dasar keserantakan pemilu dalam praktik sistem pemerintah presidensil.
Atas dasar itu, MK menegaskan tetap mempertahankan keserentakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.
"Keserentakan pemilihan umum untuk pemilihan anggota lembaga perwakilan rakyat di tingkat pusat dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden merupakan konsekuensi logis dan upaya penguatan sistem pemerintahan presidensil," tambah guru besar Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Pilkada) diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), selaku pemohon,
menyebutkan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu; Pasal 3 ayat (1), Pasal 201 ayat (7) dan Pasal 201 ayat (9) UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.