Bincang dengan Menteri Ketenagakerjaan (1): Ida Fauziah Orang Beruntung, Gagal Pilgub Jadi Menteri
Pernah kecewa karena kalah pada pemilihan kepala daerah Jawa Tangah tahun 2018, tidak menjadikan Ida Fauziyah bermuram durja berlama-lama.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
IDA Fauziyah menyebut diri sebagai orang beruntung. Pernah kecewa karena kalah pada pemilihan kepala daerah Jawa Tangah tahun 2018, dan gagal menjadi wakil gubernur, tidak menjadikannya bermuram durja berlama-lama.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu segera bangkit, dan melanjutkan karier politik sebagi anggota DPR RI.
Dan sejak 23 Oktober silam, ia 'naik pangkat, mendapat amanah sebagai Menteri Ketenagakerjaan.
Ida juga berbicara mengenai tugas dan fungsi yang diberikan Presiden Jokowi, saat menerima audiensi tim Newsroom Terintegrasi Tribun Network Jakarta yang dipimpin General Manager Content Tribun Network Domu A Ambarita dan Staf Direksi Cecep Burdansyah.
Sejumlah isu dibahas dalam perbincangan itu.
Berikut ini wawancara eksklusif tim Newsroom Terintegrasi Tribun Network Jakarta dengan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah di ruang kerjanya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (4/3/2020) sore.
Tribun: Bagaimana dulu internal PKB mencalonkan nama Anda sebagai menteri ke Presiden Jokowi?
Pak Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum tentunya mandataris utama. Beliau pasti mengkonsultasikan dengan dewan terhormat. Dan tentu beliau melihat, ini menjadi sangat subyektif, pasti akan melihat kinerja dari anggota pengurus yang diusulkan menjadi calon menteri.
Sebenarnya lebih tepat pertanyaan ini diajukan ke Pak Muhaimin. Jadi tentu beliau punya standar dan kriteria tersendiri untuk menentukan, di samping mengkonsultasikan dengan dewan. Sebenarnya pertanyaan ini lebih pas ditanya ke Pak Muhaimin.
Tribun: Bagaimana pengalaman Anda di proses seleksi menteri. Siapa yang menghubungi, langsung Presiden Jokowi, atau ada pihak lain perantara?
Pak Muhaimin (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Red) pernah menyampaikan kepada saya, salah satu yang akan dicalonkan menjadi menteri dari partai PKB itu saya.
Baca: Potret Publik Pertama Pangeran Harry dan Meghan Markle di London seusai Mundur dari Kerajaan Inggris
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG 33 Kota Hari Ini Jumat 6 Maret 2020, Surabaya Waspada Hujan Petir Siang Ini
Terus tentu usulan partai itu harus disambut oleh Presiden sebagai pemenang hak prerogatif.
Jadi ketika diberitahukan begitu, sebagai kader, ya tentunya siap-siap saja. Sesungguhnya yang memiliki kewenangan untuk menilai itu beliau. Kalau saya sebagai kader bekerja saja dengan serius.
Dari DPR, enak-enak jadi DPR disuruh maju sebagai calon wakil gubernur, kalau sebagai kader tentunya siap-siap saja sih.
Tribun: Sebelum pemanggilan di Istana secara resmi, sempat tidak sih menteri atau Pak Jokowi telepon Anda?
Pihak istana ada sebelumnya. Atau beberapa hari sebelumnya, ya ada lah.
Tribun: Anda pada Pilkada Jateng 2018 gagal, tapi kemudian sukses menjadi menteri. Bagaimana perasaan ketika gagal Pilgub?
Saya waktu diminta menjadi cawagub sebenarnya, saya juga tidak panjang juga pertimbangan. Kalau saya pertimbangannya pertama orang yang terdekat dengan saya memberikan restu.
Bagi saya, menurut saya sih jalan saya akan sangat mudah kalau orang terdekat dengan saya memberikan restu.
Pilgub Jateng 2018 diikuti dua pasangan kandidat. Ida Fauziyah sebagai calon wakil gubernur berpasangan dengan Cagub Sudirman Said, pada Pilgub Jawa Tengah 2018.
Mereka berhadapan menantang kandidat petahana, Ganjar Pranowo yang berpasangan dengan Taj Yasin.
Hasil perolehan suara, raihan suara Sudirman-Ida 41,22 berbanding 58,78 persen Ganjar-Yasin.
Tribun: Siapa saja orang terdekat itu?
Suami dan ibu. Ketika dua orang ini sudah memberikan dukungannya, jalan akan mulus.
Baca: Situs sensus.bps.go.id untuk Akses Sensus Penduduk Online, Simak Panduan Mengisi SPO 2020
Baca: Pemerintah Wacanakan Sertifikasi Bebas Virus Corona, Buat Apa? Ini Penjelasan Maruf Amin
Dalam Pilkada Jateng, saya tahu betul, menghadapi Pak Ganjar Pranowo (gubernur petahana adalah politisi PDIP, Red). Dan PDIP itu adalah pemenang bertahun-tahun di Jateng, beberapa kali pemilu pemenang di Jawa Tengah, PDIP menang.
Semua orang tahu yang namanya Jawa Tengah itu kandangnya PDIP. Semua itu orang tahu. Dan saya tahu Pak Ganjar itu incumbent. Saya tahu itu bukan hal yang gampang menaklukkan kondisi seperti itu.
Tapi kalau saya, orang terdekat saya sudah memberikan dukungan, saya hanya bismillah. Dan kalau saya sudah bismilah itu saya tidak pernah berpikir kalah. Itu yang menjadikan saya semangat kerjanya luar biasa.
Saya bukan tidak dengar, bukan tidak baca survei. Survei kan malah setiap dua Minggu ada survei ini itu, saya bukan tidak baca. Baca banget survei itu. Tapi tidak tahu kenapa kalau dalam hal itu saya dibutakan. Ah peduli amat dengan survei.
Jadi ketika bekerja itu, saya sudah tidak ada pilihan lain kecuali menang gitu. Jadi pikirannya itu. Sampai orang berpikir ini kok kerjanya seperti orang tidak tahu survei.
Saya hanya menangkap ada harapan bahwa ada banyak orang yang memberikan dukungan ke saya dan ini cukup menjadi bagi saya motivasi utama. Survei setiap hari tidak pernah saya baca, sudah, biarkan saja survei. Begitu sih kalau saya.
Ketika kalah, siapa sih pak orang yang kalah kemudian bahagia. Jadi kalau saya sih, manusiawi saja, kalau saya kecewa. Tapi saya merasa bahwa saya tidak terlalu lama tenggelam dalam kekecewaan itu.
Setiap kompetisi itu ya ada kalah ada menang, dan itu risiko. Ketika mau menentukan itu saya sudah tahu kalau kondisinya seperti itu. Jadi saya segera move on.
Baca: BMKG: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Hari Ini, 6 Maret 2020, 13 Daerah yang Berpotensi Hujan Lebat
Baca: Ruang Isolasi Pasien Corona di RSPI Sulianti Saroso Tak Bisa Lagi Menampung Pasien Baru
Tribun: Tidak begitu lama, berapa jam atau berapa hari atau berapa minggu?
Ya tidak dalam hitungan jam tentunya, tapi yang pasti saya tidak pernah mengeluarkan air mata untuk kekalahan itu.
Perolehan 41 persen capaian suara itu sudah cukup membanggakan. Bagi saya, saya merasa kerja keras itu terjawab dengan jumlah ini.
Saya tahu persis kenapa saya kalah, dalam kondisi yang tidak banyak logistik. Keterbatasan itu dapat 41 persen itu saya bayangkan ada teman-teman yang sudah melakukan masa sosialisasi yang panjang.
Tribun: Perolehan 41 persen itu, apa anda merasa, berapa persen yang tercapai dari peranan Anda? Mungkin faktor gender atau NU?
Di NU sendiri kan tidak gampang. Waktu itu kan Taj Yasin (calon wakil Gubernur Jateng pada Pilkada 2018, Red) kan juga representasi NU.
Semua orang tahu beliau anaknya Mbah Maimun, semua orang tahu. Tantangan saya waktu itu ini tantangan tersendiri bagaimana meyakinkan warga NU bahwa warga NU itu siapa yang kira-kira bisa dititipkan Aspirasi.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin adalah putra Kyai Haji Maimoen Zoebair, atau akrab dipanggil Mbah Moen.
Ia ulama besar dan politikus PPP. Ia Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang dan menjabat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan hingga ia wafat di Mekkah, Arab Saudi, 6 Agustus 2019.
Saya itu datang ke kiai misalnya, itu bisa lebih dari dua kali satu kiai itu. Satu kiai itu saya datangi empat sampai lima kali. Dan itulah tantangannya, personal approach.
Baca: Jokowi Minta Renovasi RS Bekas Kamp Pengungsi Vietnam di Pulau Galang Selesai dalam Satu Bulan
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini, Jumat (6/3/2020): Capricorn Punya Aura Positif, Libra Jangan PHP
Itu salah satu contoh, Jawa Tengah memang basisnya PDIP, tapi kan NU juga kuat banget. Selain Jawa Timur kan Jawa Tengah.
Bagi saya ini tantangan tersendiri. Saya merasa cukup punya basis. Punya basis maksudnya saya mantan ketua Fatayat, dengan teman-teman kan bisa bersama-sama. Mereka meyakinkan bahwa representasi NU ada di saya.
Tribun: Apa hikmah dari kalah dalam Pilkada yang Anda bisa petik baik untuk gender atau pendidikan politik?
Sebenarnya kalau kalah itu banyak faktor. Misalnya logistik (dana kampanye). Tapi logistik tidak menjadi satu-satunya.
Kalau ada yang beranggapan bahwa pragmatisme masyarakat itu cukup tinggi dalam even seperti itu, saya melihat bahwa tidak semua masyarakat itu bisa diperlakukan demikian tingkat pragmatisnya tinggi.
Ida adalah kader Nahdlatul Ulama yang mantan Ketua Umum Fatayat NU, dan 20 tahun menjadi anggota DPR.
Saya benar-benar modalnya modal cekak. Bayangkan saya maju Pilkada, besok pengumuman, malam ini saya baru memutuskan. Jam 3 pagi saya memutuskan, siangnya mengumumkan, saya kan waktunya pendek sekali untuk mempersiapkan itu.
Saya merasa masyarakat masih biasa diajak untuk berdialog, mendiskusikan, sepanjang saya berjalan itu saya lebih banyak forum-forum tertutup mendialogkan, mendiskusikan, mengajak mereka kira-kira apa yang bisa kita lakukan ke depan.
Saya lebih banyak itu, forum-forum terbatas. Yang banyak mungkin 1.000. Tapi kalau forum terbatas 50-100 itu menurut saya sangat efektif sekali. Even terbesar kita ada, dibandingkan mengundang massa yang di atas 5 ribu kecil.
Baca: Situs sensus.bps.go.id untuk Akses Sensus Penduduk Online, Simak Panduan Mengisi SPO 2020
Baca: Pemerintah Wacanakan Sertifikasi Bebas Virus Corona, Buat Apa? Ini Penjelasan Maruf Amin
Saya tetap dengan forum yang terbatas, malah saya enak berdialog dan mereka bisa diajak menjadi pemilih yang cerdas.
Saya optimis bahwa pragmatisme masyarakat iya, tapi kalau kita bisa memberikan pencerahan itu saya rasa mereka bisa terdidik.
Tribun: Terkait menteri, pada awal membentuk kabinet kerja ini, Presiden Jokowi mengatakan tidak ada visi dan misi menteri. Hanya ada visi-misi presiden-wakil presiden. Apa yang Ibu implementasikan untuk menjalankan misi Presiden Jokowi?
Benar tidak ada visi dan misi menteri. Yang ada hanyalah menteri menjalankan visi dan misi presiden dan wakil presiden. Begitu juga saya sebagai menteri yang diamanatkan untuk ketenagakerjaan. Maka kami menjalankan visi dan misi Pak Jokowi.
Dalam konteks menjalankan visi dan misi Jokowi, maka kami konsentrasi pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dengan meningkatkan kompetensi dan produktivitas.
Kalau dilihat dari tugas itu, maka profile APBN kita di Kementerian Ketenagakerjaan ini 76 persen diarahkan untuk peningkatan kompetensi dan sumberdaya manusia kita.
Kita punya pekerjaan yang tidak sedikit, angkatan kerja yang bekerja itu didominasi oleh yang pendidikannya SMP ke bawah. 57,5 persen, mereka itu pendidikannya SMP ke bawah.
Bisa dibayangkan dengan profil seperti itu, kompetisi dan produktivitas kita rendah. Bekerja untuk penempatan dalam negeri dan luar negeri, dengan tingkat pendidikan seperti itu mereka berada pada low skill.
Baca: Ketika Menteri dan Humas Kominfo Berbeda Pandangan soal Foto Tara Basro Langgar UU ITE
Baca: Fakta Ibu Nikahi Anak Kandung di Gorontalo, Kini Hamil Tua, Rela Diusir dari Desa, Alasannya Miris
Mereka yang skillnya terbatas. Jadi di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan profil seperti itu selama ini pekerja migran Indonesia (PMI), dahulu disebut tenaga kerja Indonesia (TKI), kita didominasi oleh mereka yang low skill semacam domestic workers (pembantu rumah tangga), yang tidak memerlukan skill tertentu.
Sementara, kita punya pekerjaan yang cukup serius juga.
Dari angka 123 juta angkatan kerja, itu ada 7 juta angka pengangguran kita, di antaranya, 40 ribu sampai 50 ribu angka pengangguran kita itu ternyata justru didominasi mereka dengan tingkat pendidikan tinggi.
Jadi yang nganggur itu pendidikannya tinggi, lulusan SMA sampai Perguruan Tinggi, ini terjadi karena tidak adanya link and match antara pendidikan dan dunia kerja.
Yang pendidikannya SMP ke bawah itu mau bekerja apa saja, sementara yang pendidikannya tinggi tentunya ingin bekerja sesuai keahliannya. Sementara kompetensinya tidak diterima di pasar kerja.
Oleh karena itu yang dilakukan Kemennaker itu adalah meningkatkan kompetensi, mereka yang low skill tadi yang kompetensinya rendah, akhirnya kita juga terus membangun skill mereka agar bisa diterima di pasar kerja.
Jadi program yang kita kembangkan akhirnya ada triple Skilling, yaitu melakukan skilling, up-skilling, dan re-skilling.
Mereka yang kompetensinya rendah kita lakukan skilling, memberi keterampilan. Mereka yang sudah SMK tapi tidak kompatibel dengan lapangan kerja, kita lakukan up-skilling, dilatih di balai latihan kerja (BLK).
Sedangan bagi mereka yang kena PHK itu kita berikan reskilling, beri pekerjaan.
Urusan tenaga kerja ini lebih banyak berkaitan dengan pengembangan, penguatan, pembangunan, sumberdaya manusia dan ini harus inherent dengan Kemendikbud.
Prioritas pemerintah adalah pendidikan dan pelatihan vokasi. Pendidikan vokasi dilakukan Kemendikbud, kami melakukan pelatihan vokasi. Pelatihan vokasi itu diarahkan pada mereka yang sudah tidak sekolah.
Untuk itu kita kembangkan melalui BLK yang dikelola pusat maupun pemerintah daerah. Itu sebenarnya, jadi bagaimana mereka yang menganggur itu diberikan pelatihan untuk bisa diterima di lapangan kerja.
Atau mereka yang punya rintisan usaha bisa mengembangkan wirausaha mandiri sehingga dia bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Tribun: Berarti Kemennaker kerja sama dengan Kementerian Usaha Kecil, Koperasi dan Menengah juga?
Tentu. Tapi kami juga ada program untuk itu karena kami juga punya tugas dan fungsi untuk melakukan perluasan kesempatan kerja.
Jadi di samping pelatihan kita arahkan untuk bisa diterima di lapangan kerja, kami juga memperluas kesempatan kerja itu melalui kewirausahaan.
Jadi kewirausahaan itu ada program Tenaga Kerja Mandiri (TKM). Kemudian kita fasilitasi mereka untuk mendapatkan teknologi tepat guna.
Ini perluasan kesempatan kerja, mereka yang punya passion di wirausaha, kita arahkan dengan harapan mereka menjadi wirausahawan dan akhirnya bisa memberikan kesempatan kerja bagi yang lainnya.
Jadi diferensiasi kewirausahaan yang kami laksanakan itu, pada peningkatan kompetensi dan produktivitas dan kemudian kami memastikan mereka menjadi seorang wirausahawan baru yang bisa memberi kesempatan kerja bagi yang lainnya. Kami melihatnya dari hulu sampai hilir.
Tribun: Terharap pekerja yang angkanya 57,5 persen adalah low skill, dalam 5 tahun ke depan bagaimana cara anda untuk mengurangi angka ini dan berapa target?
Mau tidak mau, peningkatan kompetensi harus dilakukan secara masif. Program-program yang dilakukan di antaranya adalah melalui program kartu pra kerja.
Kartu pra kerja ini adalah pelatihan vokasi kepada mereka yang menganggur, sudah bekerja tapi butuh up Skilling atau re Skilling untuk mereka yang kena PHK. Ini dilakukan secara masif.
Program ini karena lintas kementerian dan KL, Kemnaker menjadi bagian dari kartu pra kerja, di samping secara regular program pelatihan kompetensi memang tugas Kemnaker.
Tribun: Apa pesan Anda kepada orang-orang yang berpendidikan tinggi, mungkin para sarjana, yang mungkin gengsi dalam mencari pekerjaan?
Saya pikir kalau tidak adanya kompetensi untuk bisa diterima di pasar kerja, jangan ragu untuk membekali diri lagi dengan peningkatan kompetensi melalui BLK atau melalui LPK yang ditunjuk pemerintah. Kami punya sistem informasi ketenagakerjaan.
Sistem inilah kami berharap teman-teman, semua yang berada di usia angkatan kerja, masuk dalam sistem ini sehingga ter profiling dalam sistem ini.
Tinggal masuk dalam sistem ini, dia membutuhkan peningkatan kompetensi apa, di mana pelatihan-pelatihan itu, tinggal masuk dan nanti akan disalurkan melalui sistem yang kita bangun Wajib Lapor Ketenagakerjaan (WLKT).
Perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja, bisa disalurkan lewat jalur ini. bisa disambungkan secara sistem. (Tribun Network/Dennis Destryawan)