Omnibus Law, Jurnalis Media Tak Bisa Diperlakukan Seperti Pekerja Kontrak
"Kalau jurnalis dipekerjakan sebagai pekerja kontrak, kemudian siapa yang ditetapkan sebagai pekerja tetap?"
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan undang-undang cipta kerja lapangan atau omnibus law belakangan menuai polemik dikalangan para pekerja, tidak terkecuali dikalangan pekerja media.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia membahasnya dalam sebuah diskusi publik yang diadakan di kantor AJI, Jakarta, Sabtu (7/3/2020).
Ade Wahyudin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengatakan sering mendapat laporan bahwa pekerjaan jurnalis diikat dengan hubungan kerja kontrak.
Padahal dalam ketentuan dalam UU ketenagakerjaan, pekerjaan sebagai jurnalis bukan pekerja yang bisa dikontrak.
"Karena pekerjaan jurnalis merupakan inti dari pekerjaan di perusahaan tersebut. Kalau dia (jurnalis) dipekerjakan sebagai pekerja kontrak, kemudian siapa yang ditetapkan sebagai pekerja tetap?" ujarnya.
Baca: Finalis Puteri Indonesia Nggak Hafal Pancasila, BPIP: Kasih Pembekalan Dulu
Ia sudah memenangkan beberapa keputusan di pengadilan, satu diantaranya mengenai jurnalis online yang diputus karena habis masa kontraknya.
"Hakim menganggap ya memang pekerjaan jurnalis bukan pekerjaan yang bisa dikontrak, dengan argumen salah satunya pasal yang menyebut jurnalis bukan pekerja musiman, tapi merupakan pekerjaan inti," ujar Ade.
Baca: Diberitakan Kabur, Driver Ojol Suspect Corona di Batam Dikarantina Sejak 3 Maret
Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, dikatakannya akan kembali beresiko bagi para pekerja media.
"Karena itu pasalnya, jaringnya untuk melindungi teman-teman di pekerja media," ujar Ade.
Menjawab hal tersebut, Haiyani Rumondang, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan sosial (Dirjen PHI dan Jamsos) dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker RI) menjelaskan bahwa Omnibus law tidak menghilangkan undang-undang (UU) yang ada didalam UU sebelumnya.
Adapun satu diantara tujuan Omnibus law adalah untuk memperbaiki sistem regulasi, agar tidak terjadi tumpang tindih peraturan.
"Bicara Omnibus law, undang-undang cipta kerja, yang tadinya secara historis menerapkan ini untuk meperbaiki sistem regulasi dan meningkatkan investasi," ujarnya.
Peraturan yang ada sebelumnya bukan berarti dihilangkan tapi memang beberapa ada yang dipangkas.
"Beberapa tahun belakang sudah banyak yang dipangkas dan masih perlu dipangkas. Lalu bagaimana peraturan ini direformasi regulasinya dijadikan satu, tapi bukan berarti undang-undang itu menjadi hilang," ujar Haiyani
Dalam RUU Omnibus law, nantinya para pekerja kontrak, termasuk pekerja kontrak di media juga akan mendapat pesangon jika mengundurkan diri maupun terjadi PHK, jika sudah menjalankan masa kontrak selama 12 bulan.