Kata KPK Iuran BPJS Kesehatan Naik Tak Jadi Solusi Tutupi Defisit
Menurut temuan KPK, diagnosa kehamilan pada pasien perempuan masih lolos verifikasi dan dibayarkan BPJS.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan kelemahan sistem verifikasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga menjadi penyebab defisit BPJS.
Ghufron mengatakan, masih terdapat kelemahan pada sistem verifikasi BPJS kesehatan.
Menurut temuan KPK, diagnosa kehamilan pada pasien perempuan masih lolos verifikasi dan dibayarkan BPJS.
Ghufron mengatakan sejumlah hal inilah yang menyebabkan BPJS mengalami defisit Rp12,2 triliun pada 2018.
Baca: Pejabat dan Pemimpin Negara Positif Corona: Mendagri Australia, Wapres Iran Hingga Istri PM Kanada
Kata dia, menaikkan iuran BPJS bukan solusi, bila inefisiensi masih terjadi.
"Belum tentu dinaikkan iuran dapat menjadi solusi defisit BPJS," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/3/2020) malam.
Di sisi lain, menurut KPK, penyebab defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan paduan antara permasalahan pada aspek penerimaan dan pengeluaran BPJS kesehatan.
Menurut lembaga antirasuah, BPJS Kesehatan tak efektif melakukan pembatasan pengguna jasa.
Baca: KPK: Karut Marut Tata Kelola BPJS Kesehatan Berpotensi Rugikan Negara
"Pembatasan manfaat yang ada cakupannya terlalu sempit, tidak dapat menjadi instrumen untuk pengendalian biaya dalam pengelolaan JKN dan memberikan dampak negatif," kata Ghufron.
Selain itu, KPK menyebut permasalahan juga ada pada peserta mandiri. Ghufron menyebut sejumlah peserta menggunakan layanan JKN tapi menunggak iuran.
"Ada permasalahan moral hazard dan adverse selection pada peserta mandiri. Sejumlah peserta menggunakan layanan JKN kemudian tidak membayar iuran," sebutnya.
Pemborosan pembayaran pada standar rumah sakit juga menjadi penyebab defisit ini. Ghufron mencontohkan ada rumah sakit yang mengklaim pembayaran tak sesuai dengan layanan yang ia berikan.
Dia mencotohkan pembayaran pasien yang dirawat di ruang perawatan kelas 3, namun pihak rumah sakit mengklaim sebagai pembayaran ruang kelas 2.
"Pembayarannya jadi lebih tinggi," kata Ghufron.