Ini Alasan DKPP Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap Kepada Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting
Muhammad, Pelaksana tugas Ketua DKPP, mengungkapkan alasan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Evi Novida Ginting Manik.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting Manik.
Sanksi yang dijatuhkan kepada Evi Novida Ginting Manik berbeda dengan yang diterima Ketua KPU RI Arief Budiman dan lima komisioner KPU RI lainnya yang hanya dijatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras Terakhir.
Muhammad, Pelaksana tugas Ketua DKPP, mengungkapkan alasan menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Evi Novida Ginting Manik.
Baca: DKPP: Jajaran KPU Intervensi Hasil Perolehan Suara Caleg DPRD Kalimantan Barat
"Teradu VII (Evi Novida Ginting,-red) sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1219/ORT.01-Kpt/01/KPU/VII/2019 tanggal 19 Juli 2019, memiliki tanggungjawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil Pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya," kata Muhammad saat membacakan pertimbangan putusan di sidang pembacaan putusan di sidang kode etik, di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2020).
Selain itu, kata dia, Teradu VII atau dalam hal ini Evi Novida Ginting Manik juga menjabat Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Keputusan KPU Nomor 56/Kpts/KPU/Tahun 2017 tanggal 13 April 2017.
"Dengan demikian Teradu VII bertanggungjawab untuk mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait Penetapan dan Pendokumentasian Hasil Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 14 Ayat (5) Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan
Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota," ujarnya.
Bagi wanita asal Sumatera Utara itu, sanksi dari DKPP ini bukan yang pertama.
Baca: BREAKING NEWS: DKPP Jatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap Kepada Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting
Sebelumnya, berdasarkan Putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 tanggal 10 Juli 2019, Teradu VII terbukti melanggar Kode Etik dan dijatuhi Sanksi Peringatan Keras serta Diberhentikan dari Jabatan Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat dan Litbang.
"Sanksi Etik berupa Peringatan Keras disertai pemberhentian dari Koordinator Divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja Teradu VII tidak dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Menurut Muhammad, rangkaian sanksi etik berat dari sejumlah perkara, seharusnya menjadi pelajaran bagi Teradu VII untuk bekerja lebih profesional dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai Penyelenggara Pemilu.
Setelah menjadi Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Muhammad melanjutkan, kinerja Teradu VII tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak konstitusional setiap warga negara.
Baca: Plt Ketua DKPP Sebut Lembaga yang Dipimpinnya Selalu Dituduh Sebagai Malaikat Pencabut Nyawa
Sekalipun mekanisme kerja KPU bersifat collective collegial, tetapi, kata dia, terhadap urusan teknis divisi berada pada Koordinator Divisi.
"Teradu VII sepatutnya menjadi leading sector dalam menyusun norma standar yang pasti dan berlaku secara nasional dalam menetapkan perolehan suara dan calon terpilih menindaklanjuti Putusan MK tanpa mengorbankan kemurnian suara rakyat yang menjadi tanggungjawab hukum dan etik Teradu VII sebagai penanggungjawab divisi," katanya.