Seperti Apa Rencana Darurat Sipil yang Disiapkan Jokowi Hadapi Pandemi Corona?
Hal itu ditegaskan Presiden Joko Widodo terkait kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus corona.
Editor: Hasanudin Aco
"Banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang. Tidak ada pendapatan sama sekali akibat diterapkannya kebijakan tanggap darurat, yaitu kerja di rumah," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Di sisi lain, Jokowi mengatakan, mudik dapat menjadi medium penyebaran virus corona ke daerah-daerah.
Sebab, saat ini Jabodetabek, khususnya Jakarta, telah menjadi daerah dengan jumlah pasien Covid-19 terbanyak di Indonesia.
Oleh sebab itu, ia meminta seluruh jajarannya segera mempersiapkan dan mengaktifkan jaring pengaman sosial berupa pemberian insentif harian kepada masyarakat yang diminta untuk tidak mudik.
"Karena itu, saya minta percepatan program social safety net (jaring pengaman sosial) yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal, para pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro usaha kecil betul-betul dilaksanakan di lapangan," ujar Jokowi.
"Sehingga para pekerja informal, buruh harian, pedangang asongan, semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari," lanjut dia.
Konsekuensi darurat sipil
Pemerintah akan menggunakan tiga undang-undang (UU) sebagai landasan hukum dalam melakukan pembatasan sosial skala besar yang disertai kebijakan darurat sipil.
Hal ini dilakukan sesuai instruksi Presiden Jokowi sebagai upaya lanjutan dalam pencegahan penyebaran virus corona Covid-19.
"Kesimpulan yang tadi diambil oleh Bapak Presiden yaitu formatnya adalah pembatasan sosial skala besar yang mengacu pada tiga dasar (hukum)," kata Doni usai rapat terbatas dengan Presiden, Senin (30/3/2020).
Baca: 10 Ekor Anjing di Karangasem Bali Positif Rabies
Doni mengatakan, ketiga UU yang digunakan pemerintah yakni UU Nomor 24/2007 tentang Bencana, UU Nomor 6/2018 tentang Kesehatan, dan Perppu Nomor 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya yang terbit pada era Presiden RI Soekarno.
Pasal 1 aturan tersebut menyebutkan, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.
Hal itu dapat dilakukan jika keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan.
Doni menyebut, pihaknya akan mengundang pakar hukum untuk merumuskan lebih jauh aturan turunan soal pembatasan sosial skala besar dan darurat sipil ini.