Dikhawatirkan Tambah Masalah Baru, PSI Minta DPR Tunda Pengesahan RKUHP
Dara menyatakan, dalam hari-hari ini, DPR semestinya fokus dan memprioritaskan diri membantu pemerintah dalam menangani wabah Corona.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta DPR untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sampai wabah Corona mereda dan publik bisa urun pendapat secara leluasa.
“Kami minta DPR tidak mengesahkan RUU KUHP. Bahkan jangan dibahas sampai wabah Corona selesai. RUU ini kontroversial, perlu waktu panjang mendengarkan aspirasi publik dan berdiskusi,” kata Juru Bicara PSI, Dara Nasution, dalam keterangan tertulis, Jumat (3/4/2020).
Dara menyatakan, dalam hari-hari ini, DPR semestinya fokus dan memprioritaskan diri membantu pemerintah dalam menangani wabah Corona.
“Jangan gunakan kesempatan dalam kesempitan. Pengesahan RUU KUHP hanya akan menambah masalah baru dan memicu keresahan publik,” lanjut Dara.
Baca: DPR Bakal Sinkronisasi Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan RUU KUHP
Sebelumnya, Kamis (2/4/2020), Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan pimpinan Komisi III DPR RI meminta satu pekan untuk mengesahkan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan dibawa ke Rapat Paripurna setelah disahkan di Komisi III DPR RI.
Sejak awal, PSI meminta pembahasan RKUHP dilakukan secara cermat dan melibatkan para pemangku kepentingan.
Jika tetap dipaksakan untuk disahkan bakal berbahaya untuk kualitas demokrasi Indonesia.
Tempo hari, PSI menolak RKUHP karena tiga alasan utama.
Pertama, pengadopsian secara serampangan "living law" atau hukum yang hidup di masyarakat dengan memasukkan pasal-pasal terkait pidana adat.
Kedua, RKUHP sangat berpotensi memicu efek negatif terhadap sektor usaha. Terakhir, RKUHP terlalu banyak masuk ke dalam ranah privat warga negara.
Pada September 2019, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan RKUHP setelah mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi.
“Karena publik luas belum sempat dilibatkan dalam pembahasan, pengesahan tetap harus ditunda. Dalam situasi darurat begini, DPR jangan memanfaatkan kelengahan publik dan memancing di air keruh,” pungkas Dara.