KPK Tolak Pandemi Corona Dijadikan Alasan Membebaskan Koruptor
Nurul Ghufron, meminta narapidana korupsi tetap berada di penjara selama pandemi coronavirus disease
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, meminta narapidana korupsi tetap berada di penjara selama pandemi coronavirus disease (Covid)-19.
Selama ini, kata dia, narapidana korupsi berada di penjara yang berbeda dengan pelaku tindak pidana umum.
Dia menegaskan tidak ada alasan memberlakukan pelaku tindak pidana korupsi sama seperti narapidana yang menjalankan program asimilasi dan integrasi seperti yang tercantum di Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.
“Penekanan pada prasyarat keadilan. Selama ini kapasitas lapas melebihi 300 persen. Pemidanaan napi koruptor tidak sesak, seperti sel napi umum. Dari sisi keadilan, akan tidak adil kalau napi koruptor diperlakukan sama dengan napi yang sesak secara kapasitas,” kata dia, dalam keterangannya, Minggu (5/4/2020).
Baca: Kekurangan Baju APD, Perawat di RSUD Kediri Terpaksa Pantau Pasien Corona via Grup WhatsApp
Baca: Kontroversi Pembebasan Napi Koruptor, Mahfud MD: Isolasi di Lapas Lebih Bagus daripada di Rumah
Jika, membandingkan ukuran ruang tahanan untuk melakukan social distancing (pembatasan sosial) dan physical distancing (pembatasan sosial), kata dia, narapidana korupsi berbeda dengan narapidana tindak pidana umum.
“Perhatian utama dalam pernyataan KPK tentang aspek kemanusiaan serta perwujudan physical distancing di Lapas. Sehingga perlu kami tegaskan terhadap napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami, dari sisi kapasitas selnya tidak penuh, tidak seperti sel napi pidana umum,” tuturnya.
Dia menjelaskan, alasan pembebasan kepada para napi tidak kemudian meniadakan prasyarat proses dan tahapan pembinaan napi di lapas.
Dia mengungkapkan tidak boleh pembebasan dengan meninggalkan bahkan dilakukan tanpa seleksi ketercapaian program pembinaan bagi Napi di lapas. Selain syarat usia dan kerentanan potensi penyakit yang diidap napi.
“Agar tidak melihat penempatan narapidana di Lapas semata sebagai balas dendam, namun tetap memberikan perlindungan pemenuhan hak hidup dan hak kesehatan jika terancam penularan Covid-19. KPK menolak pandemi ini jika dijadikan dalih untuk membebaskan koruptor,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi coronavirus disease (covid)-19.
“Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini,” kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
“Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15.482 per hari ini. Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah,” ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.