Covid-19 Jangan Dijadikan Alasan untuk Bebaskan Para Koruptor
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari meminta agar Covid-19 tidak dijadikan alasan pembebasan koruptor.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari meminta agar Covid-19 tidak dijadikan alasan pembebasan koruptor.
Dia menduga ada sebagian oknum yang ingin memanfaatkan kondisi di tengah penanganan Covid-19 yang membutuhkan berbagai kebijakan melalui aturan yang dibuat dan langkah taktis lainnya.
"Covid-19 jangan ditunggangi kepentingan terselubung, dan jangan jadi alasan pembebasan koruptor," kata Fathul dalam keterangannya, Senin (6/4/2020).
Baca: Klaim Token Listrik Gratis PLN, Login di www.pln.co.id atau via WhatsApp, Simak Caranya di Sini
Baca: Penyanyi Robbie Williams Ungkap Alami Gejala Covid-19 setelah Pulang dari Australia
Sebelumnya, Surat Terbuka Presiden PKS Sohibul Iman untuk Presiden RI Joko Widodo juga menyampaikan hal yang sama.
Berdasarkan hal tersebut, Fathul menambahkan publik harus mengawasi sebaik mungkin terkait kebijakan yang diambil Pemerintah selama penanganan Covid-19.
"Baru saja kita melihat banyaknya catatan mengenai Perppu 1/2020 yang sebagian isinya sarat dengan kepentingan pihak tertentu, menjadi sarana memasukkan pasal omnibus law RUU Perpajakan yang banyak diperdebatkan, serta memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang tanpa kontrol dan batasan yang jelas di beberapa pasalnya," ujarnya.
"Kemudian muncul lagi rencana revisi PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang disampaikan oleh Menkumham Yasonna Laoly dan menuai polemik di publik terkait adanya potensi Pemerintah untuk mempermudah napi kasus korupsi mendapatkan remisi," imbuhnya.
Ia menegaskann korupsi adalah extraordinary crime, seperti halnya terorisme, narkoba, human trafficking.
Sehingga tidak bisa disamakan seperti kejahatan lain, karena telah merugikan keuangan negara, merusak sistem demokrasi, bahkan melanggar HAM.
"Jadi jangan jadikan alasan kemanusiaan tanpa dasar dengan mempermudah napi korupsi untuk terbebas dari masa hukumannya, dan sikap kami tegas menolak hal tersebut," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi coronavirus disease (covid)-19.
"Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini," kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR RI, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
"Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15482 per hari ini. Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah," ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Untuk kriteria kedua, kata dia, narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana. “(Jumlah,-red) sebanyak 300 orang,” kata dia.
Kriteria ketiga, dia mengungkapkan, narapidana yang melakukan tindak pidana khusus, yang sedang menjalani sakit kronis. Untuk kriteria ini, dia menegaskan, harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit pemerintah.
"Narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana. Sebanyak 1457 orang," ujarnya.
Kriteria terakhir, kata dia, narapidana warga negara asing (WNA).
"Napi asing, karena ini juga tidak boleh diskriminasi ada 53 orang," kata dia.
Usulan Yasonna itu memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Belakangan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, menegaskan pemerintah tidak ada rencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Agar clear ya, sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah atau mereivisi PP 99 Tahun 2012. Juga tidak memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi juga tidak terhadap teroris juga tidak terhadap bandar narkoba," kata Mahfud, saat menyampaikan keterangan melalui video yang tersebar luas, Sabtu (4/4/2020) malam.