Ketua KPU: Prosedur Pengajuan PAW Harun Masiku Bertentangan dengan Aturan
Ketua KPU RI, Arief Budiman jadi saksi pada kasus permohonan PAW anggota DPR RI Periode 2019-2024 yang menjerat Saeful Bahri, anggota PDI Perjuangan.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Riezky Aprilia, sebagai calon anggota legislatif (Caleg) terpilih dari PDI Perjuangan untuk daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I dilantik sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024, pada 1 Oktober 2019.
Namun, berselang dua bulan setelah menjadi anggota dewan atau tepatnya pada 6 Desember 2019, pihak DPP PDI Perjuangan, mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mengganti Riezky Aprilia dengan Harun Masiku.
Hal itu diungkap Ketua KPU RI, Arief Budiman, pada saat dihadirkan sebagai saksi pada kasus permohonan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Periode 2019-2024 yang menjerat Saeful Bahri, anggota PDI Perjuangan.
Sidang digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/4/2020). Arief Budiman tidak hadir ke ruang sidang. Dia memberikan keterangan melalui teknologi teleconference.
“Pada 18 Desember 2019, KPU menerima surat DPP PDI Nomor 224 tanggal 6 Desember 2019 perihal permohonan pelaksanaan Fatwa Mahkamah Agung dengan lampiran Fatwa Mahkamah Agung,” kata Arief.
“Pada pokonya memohon KPU melaksanakan penggantian antar waktu Rizeky Aprilia dapil Sumsel I. Berdasarkan surat tersebut diminta PAW Riezky Aprilia sebagai anggota DPR Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku,”.
Setelah menerima surat itu, pihak KPU RI membalas surat itu pada tanggal 7 Januari 2020. Dia menjelaskan, KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan PAW atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dia mengungkapkan penolakan itu karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 5 ayat 1, Pasal 6 ayat 1, Pasal 9 ayat 1 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pergantian Antar Waktu Anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
“Kami menjawab melalui surat tanggal 7 Januari 2020,” ujar Arief.
Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa KPU RI menolak permohonan tersebut. Pertama, kata dia, KPU RI sudah menetapkan perolehan suara untuk masing-masing partai politik dan masing-masing calon anggota legislatif pada 31 Agustus 2019.
“Perubahan perolehan suara hanya bisa disengketakan melalui Mahkamah Konstitusi. Jadi, kalau ada perubahan perolehan suara itu sengketa di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Alasan kedua, dia melanjutkan, car menetapkan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak.
“Berdasarkan dokumen yang sudah ditetapkan KPU sampai selesainya sengketa di Mahkamah Konstitusi tidak ada perubahan dokumen. Artnya masih sama persis dengan apa yang dikatakan rekapitulasi suara nasional 21 Mei,” kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.