Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahkamah Agung Ungkap Alasan Minimnya Korporasi Diproses Hukum

minimnya penegakan hukum itu karena masih terdapat persepsi di penegak hukum bahwa korporasi tidak dapat dijerat tindak pidana.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Mahkamah Agung Ungkap Alasan Minimnya Korporasi Diproses Hukum
Tribunnews
Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Untuk melakukan proses hukum terhadap korporasi, Mahkamah Agung (MA) sudah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. 

Namun, upaya penegakan hukum terhadap korporasi dinilai masih kurang dibandingkan dengan subjek hukum berupa orang yang melakukan tindak pidana.

Hal ini diungkap Hakim Agung MA, Surya Jaya.

Menurut Surya Jaya, minimnya penegakan hukum itu karena masih terdapat persepsi di penegak hukum bahwa korporasi tidak dapat dijerat tindak pidana.

Baca: Jalan Tol Menuju Kota Palembang Akan Ditutup Hingga 31 Mei, Jalan Lintas Dijaga Ketat

“Tidak sedikit penegak hukum masih terpengaruh korporasi tidak bisa dihukum karena benda mati,” kata Surya Jaya, di acara Webinar Hukumonline 2020 “Tindak Pidana Korporasi: Batasan Tanggung Jawab Pengurus Perusahaan dalam Aksi Korporasi”, Rabu (22/4/2020).

“Tidak bisa dihukum. Di mana mens rea? (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana,-red). Ada pandangan penegak hukum dia (korporasi,-red) benda mati tidak bergerak,”.

Dia menilai tidak adil apabila tidak ada penegakan hukum terhadap korporasi.

Berita Rekomendasi

“Perbuatan pengurus natuurlijk persoon dibawa ke korporasi. Tidak adil da pelaku menikmati, mendapatkan manfaat dan keuntungan. Dia (korporasi,-red) berbuat, tidak diminta tanggung jawab. Itu persoalan rasa keadilan,” ujarnya.

Perma mengatur, jika korporasi melakukan tindak pidana, maka penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu. Misalnya, direktur utama atau dewan direksi.

Baca: Bakal Kerja di Waktu Sahur, Begini Cara Komedian Parto Jaga Stamina

Adapun, kepada koorporasi, hanya dikenakan denda sesuai peraturan perundang-undangan. Jika korporasi itu tidak sanggup membayar denda yang dikenakan, maka aparat berhak menyita aset korporasi itu sebagai ganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana untuk kemudian dilelang.

Perma disusun berdasarkan komunikasi dengan sejumlah aparat penegak hukum, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Polisi hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca: 140 Sekolah Jakarta Disiapkan Jadi Tempat Isolasi, DPRD DKI Khawatir Warga Malah Cemas

“Perma bertujuan menciptakan agar iklim usaha kompetitif. Usaha berjalan di Indonesia bukan lagi usaha yang ada sogok, suap. Sisi lain, Perma menghilangkan kendala dan hambatan. Adanya, Perma penegakan hukum atas korporasi sehingga tidak ada yang dirisaukan lagi,” kata dia.

Namun, sejauh ini, dia menyoroti Perma belum berjalan maksimal. Artinya, kata dia, penegakan hukum terhadap korporasi masih sangat terbatas. Alasan utama karena faktor sumber daya manusia berupa penegak hukum yang masih berbeda persepsi.

Harusnya, keberadaan Perma dapat membuat proses pengajuan tersangka dapat sejalan dengan pengajuan korporasi.

“Perlu ada political will dalam penegakan hukum dan pembuatan aturan. (Penegakan,-red) hukum korporasi harus menggunakan teori. Makanya perkembangan teori dan doktrin pertanggungjawaban korporasi berkembang dari waktu ke waktu,” tambahnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas