Pakar Sospol Soroti Pernyataan Jokowi Soal Beda Mudik dan Pulang Kampung: Bisa Jadi Bahasa Politik
Pakar sosial dan Politik dari UNS, Dr Drajat Tri Kartono, M.Si turut menanggapi pernyataan Jokowi soal beda mudik dan pulang kampung.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Istilah mudik dan pulang kampung kini tengah ramai diperbincangkan masyarakat.
Hal itu terkait dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut istilah mudik berbeda dengan pulang kampung.
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam tayangan Mata Najwa di Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.
Pakar Sosial Politik (Sospol) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si ikut berkomentar mengenai hal itu.
Menurut Drajat, sapaannya, pernyataan Presiden itu bisa mengandung cerminan budaya dan juga makna bahasa yang berunsur politik.
Baca: Ramai Warga Tinggalkan Perantauan akibat Corona, Jokowi: Itu Bukan Mudik, Namanya Pulang Kampung
"Kalau menurut critical discourse analysis, itu memang tata bahasa yang mengandung konteks atau makna."
"Karena bahasa juga menjadi alat untuk berpolitik," tuturnya kepada Tribunnews.com, Kamis (23/4/2020), melalui sambungan telepon.
Di satu sisi, lanjut Drajat, pernyataan Jokowi mengandung cerminan budaya yang mudah dipahami oleh orang Jawa.
"Sebenarnya pernyataan Presiden Jokowi soal perbedaan mudik dan pulang kampung, itu bisa dipahami oleh orang-orang Jawa."
"Karena mudik konteksnya digunakan oleh orang-orang perantau dari desa yang ingin menjalankan ritual lebaran di kampung halamannya."
"Misalnya bertandang ke makam atau nyekar dan sungkem kepada orang tua, maka itu dipahami istilahnya memang mudik," ungkap Drajat.
Baca: Presiden Jokowi: Gotong Royong Kunci Kita Hadapi COVID-19
Lebih lanjut, Drajat menerangkan, hal itu berbeda dengan istilah pulang kampung.
Pulang kampung, bisa dilakukan kapan saja dan tidak terikat dengan momen lebaran.
Kendati demikian, menurut Drajat, pernyataan Presiden juga dapat mengandung unsur politik.