Gubernur Lemhanas Nilai Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Rawan Tumpang Tindih Kewenangan
Gubernur Lemhanas menilai rancangan Peraturan Presiden tentang perluasan tugas TNI untuk mengatasi terorisme rawan tumpang tindih kewenangan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menilai rancangan Peraturan Presiden tentang perluasan tugas TNI untuk mengatasi terorisme yang kini sedang menjadi bahan perbincangan rawan tumpang tindih kewenangan.
Hal itu sebagaimana termuat dalam draft rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme yang menyatakan TNI memiliki fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Padahal menurut Agus militer tidak pernah dirancang untuk menjadi penegak hukum dan tidak punya kewenangan untuk penegakan hukum meski bisa membantu upaya tersebut.
Baca: Kembali Angkut Penumpang, ASDP Sediakan Penjualan Tiket Langsung di Pelabuhan
Menurutnya upaya perbantuan penegakan hukum oleh TNI tersebut khususnya dalam penanganan keamanan dalam negeri bisa dirumuskan melalui Undang-Undang perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai.
Selain itu,ia menilai saat ini upaya menangani terorisme sudah cukup efektif dilakukan Polri.
Hal itu disampaikan Agus dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komnas HAM via video conference, Rabu (13/5/2020).
Baca: Politikus PAN Nilai Pemerintah Pusat Tidak Serius Mengatasi Virus Corona
"Penerbitan Perpres untuk TNI dalam peran menangani terorisme akan rawan dengan tumpang tindih antar berbagai lembaga antara lain TNI, Polri, BNPT, Densus 88, dan lain-lain. Dalam hal ini kita bertanya apakah sudah ada kebijakan keamanan dalam negeri oleh pemerintah. Kita bisa bertanya apa bedanya peran Polri dan BNPT, peran BNPT dan Densus 88, apa bedanya Polri dan Densus 88, atau instansi mana saja yang melaksanakan deradikalisasi," kata Agus.
Selain itu, ia menilai sebaiknya pemerintah memberi kesempatan membuka wacana yang lebih luas untuk mengisi substansi Perpres tersebut demi mendapatkan kesepakatan dari semua elemen.
Baca: Bahas PSBB, Ekonom Didik Rachbini Cekcok dengan Politisi PDIP: Kalau Dikritik Mau Lapor Polisi?
"Karena itu lebih mendesak kebutuhan untuk menerbitkan Undang-Undang perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai," kata Agus.
Selain itu, Agus menilai untuk memadukan unsur-unsur secara komprehensif maka diperlukan kebijakan keamanan dalam negeri yang menurutnya sampai saat ini belum ada.
Ketiadaan kebijakan keamanan dalam negeri tersebut menurut Agus disebabkan belum adanya lembaga yang diserahi kewenangan untuk merumuskan kebijakan dalam negeri.
"Karena masalah keamanan dalam negeri cukup kompleks dan rumit, saya menyarankan kementeiran baru yang bernama Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Seorang menteri yang merumuskan kebijakan keamanan dalam negeri yang nanti secara operasional dijabarkan oleh lembaga-lembaga operasional," kata Agus.
Sebagaimana diketahui wcana terkait Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme kembali mencuat dalam beberapa hari terakhir setelah muncul kritik dari kelompok masyarakat sipil.
Sejumlah kritik tersebut di antaranya terkait perluasan tugas TNI dalam mengatasi terorisme hingha mencakup penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Kritik tersebut muncul terkait adanya kabar bahwa draft Perpres tersebut kini sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama pemerintah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.