Komunitas Pasien Cuci Darah Tak Masalah Iuran BPJS Kelas I dan II Naik: Kelas III Dipertimbangkan
Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, Tony Samosir meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada kelas III.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (13/5/2020).
Tony, sebagai pasien cuci darah tidak mempermasalahkan kenaikan iuran di kelas I dan II BPJS Kesehatan.
Baca: Iuran BPJS Naik, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia: Bijaklah dalam Membuat Peraturan
Namun ia meminta agar kelas III BPJS Kesehatan untuk tidak dinaikkan.
Pasalnya, untuk melakukan cuci darah membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Satu kali cuci darah, butuh biaya sekira Rp 1.000.000.
Dan dalam satu minggu, para pasien bisa melakukan cuci darah dua hingga tiga kali.
Selama berobat, Tony mengaku menggunakan akses dari BPJS Kesehatan.
Karena dirinya sudah tidak bekerja dan menjadi korban PHK di tahun 2018 lalu.
Di mana ia diPHK karena memiliki penyakit berkepanjangan, terkait organ ginjalnya.
"Kita tidak mempermasalahkan kelas I dan II untuk naik, tapi kelas III mohon dipertimbangkan," terang Tony.
Sementara itu, untuk pasien cuci darah terdapat obat yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Baca: Alasan Iuran BPJS Naik Diungkap Menko Perekonomian, Sebut untuk Jaga Operasional Jaminan Kesehatan
Baca: Jokowi Disebut Lawan Putusan MA Soal BPJS, Laode: Ini Bukan Negara Hukum Lagi tapi Negara Kekuasaan
Padahal dicantumkan dalam e-katalog dan daftar obat yang dibutuhkan dan digunakan dalam penulisan resep (formularium nasional).
Namun ternyata, obat tersebut tidak bisa diakses menggunakan BPJS Kesehatan.
"Karena gini ada akses obat yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan," jelas Tony.
"Walaupun obat tersebut tercantum di dalam e-katalog dan formularium nasional."
"Faktanya itu tidak bisa diakses," imbuhnya.
Dan para pasien cuci darah harus membeli menggunakan uang sendiri.
Menurut Tony itu sangat memberatkan para pasien cuci darah yang menggunakan BPJS Kesehatan kelas III.
Belum lagi iuran terus menerus bertambah serta persyaratan masuk daftar penerima bantuan iuran atau PBI yang dipersulit.
Tony merasa tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah untuk komunitasnya saat sekarang ini.
"Kita harus beli menggunakan uang sendiri," ungkap Tony.
Baca: Pemerintah Beri Bantuan untuk Peserta BPJS Kesehatam Kelas III
Baca: Jokowi Naikkan Iuran BPJS, Ini Reaksi Komisi IX DPR, Tak Peka &Tidak; Punya Empati pada Masyarakat
"Di satu sisi iuran kesehatan naik terus menerus."
"Untuk PBI pun susah, di mana letak keadilannya," tambahnya.
Dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Tony justru meragukan pemerintah dalam menangani bidang kesehatan rakyatnya.
Karena untuk masuk ke dalam PBI juga tidaklah mudah.
Sementara, iuran BPJS dinaikkan yang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian setiap pasien cuci darah.
Tony menyampaikan, untuk masuk ke dalam daftar PBI, seorang pasien harus menguras seluruh hartanya hingga habis.
Sehingga Tony meminta pada pemerintah agar syarat masuk menjadi PBI dapat dipermudah.
"Pemerintah harusnya kalau memang ingin serius menjalani program ini, monggo PBI itu dipermudahlah," tutur Tony.
Dalam kesempatan itu, Tony juga berharap agar biaya iuran BPJS Kesehatan kelas III dapat dibuat lebih rendah.
Baca: Naikan Iuran BPJS Saat Corona, Jokowi Dikritik Fadli Zon : Rakyat Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Maupun jumlah yang lebih terjangkau oleh masyarakat kalangan bawah.
Karena bagi Tony, rasanya tak terima apabila orang kaya dengan berbagai mobil mewah hanya dikenakan Rp 80.000 untuk kelas I.
"Atau kelas III dibuat biayanya lebih rendah dan terjangkau oleh masyarakat," terang Tony.
"Orang punya mobil mewah tiga, kelas I harganya Rp 80.000 ya itu kita juga nggak terima," tambahnya.
Untuk kelas III, Tony meminta agar pemerintah dapat lebih bijak dalam menentukan peraturan.
Keinginan itu didasarkan, agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
"Nggak papa kelas I kelas II monggo naik, tapi kelas III bijaklah dalam membuat peraturan," tandasnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)