Pemerintah Naikkan Lagi Iuran BPJS, Ini Reaksi DPR, Masyarakat, hingga Mahkamah Agung
Penaikan iuran itu tak tanggung-tanggung, mencapai hampir 100 persen untuk Kelas I dan Kelas II.
Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Malvyandie Haryadi
Majelis hakim Mahkamah Agung yang terdiri dari Yosran, Yodi Martono Wahyunadi, dan Supandi itu , SH., kemudian memaparkan kondisi BPJS Kesehatan mengutip hasil audit BPKP dalam rapat di DPR.
Salah satunya ialah keuangan BPJS yang selalu defisit setiap tahun sehingga sulit membayar utang ke rumah sakit.
Hal itu membuat rumah sakit sulit menjalankan operasionalnya, seperti membeli obat, membayar dokter, dan sebagainya.
Kondisi lainnya termasuk data peserta yang tak konsisten, manajemen dan perhitungan tidak dilakukan dengan baik, hingga menunggaknya peserta dalam membayar iuran.
Menurut hakim, kondisi-kondisi itu disebabkan beberapa hal.
Salah satunya karena kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan.
"Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah Agung, kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikkan iuran," demikian bunyi pertimbangan hakim.
Mahkamah Agung menyatakan kesalahan dan kecurangan (fraud) pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS tersebut harus dicari jalan keluarnya, namun tanpa harus membebankan masyarakat untuk menanggung kerugian yang ditimbulkan.
Sementara itu Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang dulu mengajukan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung, mengaku akan kembali mengajukan uji materi terhadap Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
"KPCDI akan kembali mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung atas Perpres tersebut. Saat ini KPCDI sedang berdiskusi dengan Tim Pengacara dan menyusun materi gugatan," kata Ketua Umum KPCDI, Tony Samosir, saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).
Menurut Tony, KPCDI menyayangkan sikap pemerintah yang telah menerbitkan peraturan tersebut di tengah situasi krisis wabah virus corona di Indonesia.
Baca: DPR Sebut Jokowi Abaikan Putusan Mahkamah Agung Soal Iuran BPJS Kesehatan
Walaupun ada perubahan jumlah angka kenaikkan, kata dia, perubahan itu masih dirasa memberatkan masyarakat apalagi di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu saat ini.
"KPCDI menilai hal itu sebagai cara pemerintah untuk mengakali keputusan Mahkamah Agung tersebut," kata Tony.