Perpres Baru Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Terkesan Mengakali Regulasi
Analis Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sulthan Muhammad Yus menilai, langkah Pemerintah menaikan iuran BPJS sulit diterima akal sehat.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Menanggapi hal itu, Analis Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sulthan Muhammad Yus menilai, langkah Pemerintah tersebut sulit diterima akal sehat.
Baca: Ketika Politikus PDIP Mulai Terbuka Mengkritik Pemerintahan Jokowi soal Iuran BPJS
Apalagi, kata Sulthan, kenaikan iuran BPJS Kesehataan di saat kondisi ekonomi masyarakat dalam ketidakpastian akibat dampak virus corona atau Covid-19.
Terlebih, sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 79/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019. Dimana peradilan memerintahkan agar pemerintah membatalkan kenaikan karena bertentangan dengan UUD 1945.
"Pada prinsipnya putusan MA memberikan warning pada presiden agar tidak membebani rakyat. Sekarang malah mengeluarkan perpres baru yang isinya tetap menaikan iuran BPJS? Ini terkesan mengakali regulasi," kata Sulthan Muhammad Yus kepada Tribunnews.com, Jumat (15/5/2020).
Baca: Komisi XI : Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bertolak Belakang dengan Semangat Penyelamatan Ekonomi
Sulthan juga menilai, pemerintah bertindak lucu dengan menaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia lantas menyebut harus menggugat kembali Perpres tersebut ke MA.
"Percuma saja kan jika ujung-ujungnya tetap diakali seperti saat ini," ucapnya.
Sulthan menilai, pemerintah bertindak arogan dengan tidak menghormati putusan peradilan.
Baca: Senada dengan Fadli Zon, AHY Komentari Kenaikan Iuran BPJS: Rakyat sudah Jatuh, Tertimpa Tangga
Ia pun mengingatkan bahwa tata negara Indonesia ini dibangun atas pondasi pembagian kekusaan yang jelas diantara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pembagian ini lah yang menjadi dasar bagi masing-masing kekuasaan untuk menjalankan kewenangannya.
Maka dari itu, Sulthan pun menyebut peristiwa seperti ini menjadi preseden buruk bagi sejarah hukum di Indonesia kedepan.
"Seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan itu hak dasar warga negara yang mesti difasilitasi secara gratis. Intinya negara tidak boleh berbisnis pada kebutuhan dasar rakyatnya," ucapnya.
"Eh sekarang malah dinaikan lagi. Pemerintah jangan nge-prank (mengerjai,red) lah, Gak lucu!" katanya.