22 Tahun Reformasi: Korupsi Masih Menggurita, Apa Hambatan Pemerintah Tangani Kasus Korupsi?
Prof Ismi mengatakan, dalam 22 tahun reformasi, korupsi di Indonesia masih belum bisa teratasi dengan baik.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Sri Juliati
Selain itu, menurut Prof Ismi, ada yang lebih mengerikan lagi adalah adanya campur tangan eksekutif, legislatif atau yudikatif.
"Sehingga seringkali kasus-kasus korupsi yang kasat mata, itu betul-berul ada korupsi tiba-tiba saja kemudian kasusnya hilang begitu saja," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, komitmen di dalam penanganan korupsi juga masih dipertanyakan serta sikap permisif masyarakat terhadap korupsi.
Ketiga, adalah hambatan instrumental.
Menurut dia, ada peraturan perundang-undangan yang seringkali bersifat tumpang tindih di Indonesia.
Sehingga, penanganan terkait dengan korupsi itu menjadi tidak optimal.
Baca: 22 Tahun Reformasi, Cak Imin: Kita Patut Menghitung Ulang dan Melakukan Evaluasi Total
"Kemudian di Indonesia baru saja diperkenalkan single identification number baik itu untuk kepentingan pembayaran pajak, sim dan sebagainya."
"Kita berharap, instrumen ini akan bisa memperkecil adanya kasus-kasus korupsi," ungkapnya.
Tak hanya itu, Prof Ismi menjelaskan, masih ada kelemahan dalam penegakkan hukum di Indonesia, di antaranya adalah sulitnya pembuktian kasus-kasus korupsi.
"Kenapa? Karena korupsi ini biasanya yang tahu itu hanya pelaku dan Tuhan saja yang tahu."
"Sedangkan masyarakat pada umumnya tidak mengetahui kasus-kasus ini karena sifatnya adalah rahasia," jelas Prof. Ismi.
Keempat, kata dia, adalah hambatan manajemen.
"Kita masih menghadapi adanya pelayanan-pelayanan publik yang belum dilakukan secara adil.
"Belum dilakukan secara transparan dan belum dilakukan secara akuntabel," ungkap dia.
Simak video lengkapnya:
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.