Soal Penerapan New Normal di Tengah Pandemi Covid-19, Pakar Ekonomi Beri Saran Ini
Pakar Ekonomi dari UNS, Lukman Hakim, turut menyoroti rencana pemerintah terkait penerapan kenormalan baru (new normal) dalam menghadapi pandemi
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Lukman Hakim, turut menyoroti rencana pemerintah terkait penerapan kenormalan baru (new normal) dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19).
Seperti diketahui saat ini pemerintah tengah mempersiapkan skenario dan protokol kesehatan untuk menunjang kebijakan tatanan baru tersebut.
Lukman mendukung kebijakan new normal ini agar Indonesia dapat keluar dari ancaman pertumbuhan ekonomi negatif.
Mengingat pandemi Covid-19 yang masih terjadi saat ini, belum diketahui kapan pastinya akan berakhir.
Kendati demikian, Lukman menuturkan sebelum dilakukan penerapan new normal, sebaiknya terdapat sosialisasi secara masif kepada masayrakat.
"Menurut saya penerapan tatanan normal baru di tengah pandemi Covid-19 bisa dilakukan, tetapi memang harus ada sosialisasi,"ujar Lukman saat dihubungi Tribunnews, Rabu (27/5/2020).
Tak hanya itu, Lukman juga meminta seluruh kementerian membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Prosedur Tetap (Protap) untuk penerapan new normal selama pandemi.
"Jadi menurut saya ini adalah momen yang tepat untuk seluruh kementerian untuk membuat semacam Protap dalam penerapan new normal."
"Sehingga orang mudah mencontohnya," jelas Lukman.
Lukman menegaskan penerapan new normal ini harus disiapkan secara baik.
"Iya new normal ini harus disiapkan dengan matang, sehingga roda ekonomi nasional dapat berjalan kembali," ungkapnya.
Baca: Arti New Normal, Tatanan Baru yang akan Diterapkan Selama Pandemi Covid-19
Baca: Indikator Daerah Disebut Siap Terapkan New Normal, Gugus Tugas Covid-19: Turunnya Kasus Positif
Kendati demikian, Lukman mengaku dengan dibukanya kembali aktivitas sosial dan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, tidak menutup kemungkinan adanya lonjakan kasus positif di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk dapat mengantisipasi hal tersebut sebelum menerapkan tatanan hidup kenormalan baru tersebut.
"Gelombang kedua Covid-19 dapat terjadi, artinya peluang itu tetap ada."
"Sehingga menurut saya pemerintah harus mengantisipasi hal tersebut jika ingin menerapkan new normal," tegasnya.
Yakni dengan memperketat pengawasan dan memastikan masyarakat dapat disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Lebih lanjut, Lukman menuturkan ukuran keberhasilan dari penerapan new normal ini bukan pada ekonomi yang dapat kembali seperti sediakala sebelum terjadi pandemi.
Akan tetapi adanya perubahan perilaku masyarakat yang secara disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Baca: Jokowi Minta Uji Spesimen Corona Dilakukan Secara Masif untuk Menghadapi New Normal
"Sebenarnya (ukuran keberhasilannya) masyarakat sudah terbiasa dalam melakukan aktivitas dengan menerapkan protokol kesehatan."
"Dimana nantinya seluruh masyarakat selalu menggunakan masker saat ke luar rumah. Kemudian tidak ada kontak langsung antar satu sama lain seperti bersalaman."
"Sebelum ditemukan vaksin kita juga harus dapat menyesuaikan itu," jelasnya.
Karena dengan adanya kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan di kehidupan mereka, akan membuat ekonomi bisa berjalan baik secara bertahap.
"New normal itu maksudnya kita kemudian mencoba untuk menyesuaikan dengan situasi yang kita hadapi saat ini, yakni dengan kenormalan yang baru."
"Tidak hanya ekonomi, semua sektor harus bergerak dengan Protap yang lebih ketat dalam menjalankan new normal," tegasnya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Retno Tanding Suryandari, menilai kenormalan baru ini belum sangat mendesak untuk diterapkan.
"New normal adalah kenormalan yang tidak normal, sebagai cara baru untuk beraktivitas."
"Kalau sangat, jawaban saya belum sangat mendesak (penerapan new normal)," ujar Retno saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (27/5/2020) pagi.
Kendati demikian ia mengatakan pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan pasti sudah berdasarkan perhitungan yang tepat.
"Saat ini pemerintah saya perkirakan sudah menghitung kekuatan pelaku usaha di Indonesia dan masyarakat," sambungnya.
Lebih lanjut, Retno menuturkan kita semua perlu mempersiapkan diri dengan protokol massal yang diperlukan saat aktivitas ekonomi akhirnya dibuka kembali.
Meski ia mengakui persiapan ini tentunya memerlukan waktu yang tidak cepat.
"Persiapan ini akan memerlukan waktu."
"Perlu cek dan melihat apakah protokolnya sesuai dan bisa diterapkan, lalu apakah perlu modifikasi di lapangan, serta bagaimana reaksi masyarakat dan pelaku usaha."
"Saya rasa beberapa skenario sudah dibuat dan sedang akan diujicoba untuk melihat seberapa besar kekuatan skenario tersebut untuk diimplementasikan dalam skala terbatas," jelasnya.
Baca: Panduan New Normal Kemenkes di Tempat Kerja, Pemeriksaan Suhu Tubuh di Setiap Titik Masuk
Terkait apakah penerapan new normal dapat memperbaiki ekonomi atau tidak, Retno mengungkapkan hal itu tergantung kesiapan Indonesia dalam menghadapi kebijakan tersebut.
Ia juga mengungkapkan bila pembukaan aktivitas ekonomi secara terbatas ini dapat berjalan baik, maka tidak menutup kemungkinan untuk membuka skala yang lebih besar.
Namun, tentunya dengan penerapan protokol yang standar dan pengawasan yang ketat dalam pelakasanaanya.
"Pembukaan aktivitas secara terbatas dengan protokol ketat bisa menjadi acuan apakah nanti bila dibuka dalam skala yang lebih besar lagi, atau justru dapat memicu gelombang kedua wabah Covid-19 yang bila terjadi mungkin lebih parah daripada gelombang pertama," jelasnya. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya)