Politikus PPP: Ambang Batas Parlemen yang Tinggi Cenderung Menciptakan Kartel Politik
Politikus PPP Arsul Sani angkat bicara soal usulan Fraksi Golkar dan NasDem terkait ambang batas dinaikkan menjadi 7 persen.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani angkat bicara soal usulan Fraksi Golkar dan NasDem terkait ambang batas dinaikkan menjadi 7 persen dari 4 persen.
Arsul Sani mengatakan kecenderungan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) yang tinggi akan menciptakan kartel politik.
"Kecenderungan PT yang tinggi akan menciptakan kartel politik, yakni segelintir partai yang dominan memegang kekuasaan negara," ujar Arsul Sani, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (1/6/2020).
Padahal, kata dia, tidak ada jaminan bahwa parlemen dengan sedikit partai akan membuat kinerja lebih baik.
Ataupun menjamin parlemen bersih dari korupsi dan menciptakan alam demokrasi yang sehat.
Baca: Pancasila Mencerdaskan Bangsa
Arsul menegaskan semua pihak tidak bisa menutup mata jika kehidupan kepartaian di Indonesia belum bebas dari kasus korupsi, praktik-praktik politik uang, serta alokasi bisnis yang tidak sehat.
"Nah semakin sedikit partai yqng duduk di parlemen, berarti kekuasaan parlemen dan pemerintahan makin terkonsentrasi pada sekelompok kekuatan politik saja," ungkapnya.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa ke depan kehidupan pemerintahan kita justru tidak bertambah monopoli dan praktek tidak sehatnya dalam banyak sektor penting yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak," tamvah Arsul.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan semakin tinggi ambang batas parlemen akan membuat jumlah suara terbuang sia-sia semakin besar.
Baca: 6.525 Spesimen Terkait Covid-19 Masih dalam Tahap Verifikasi
Awiek, begitu dia disapa, merujuk kepada kenaikan ambang batas parlemen masuk dalam draf revisi Undang-Undang Pemilu.
Dimana Fraksi Golkar dan NasDem mengusulkan ambang batas dinaikkan menjadi 7 persen dari saat ini sebesar 4 persen. Sementara fraksi PDI Perjuangan mengusulkan peningkatan ambang batas parlemen menjadi 5 persen.
"Sistem pemilu di indonesia itu sistem proporsional. Semakin tinggi angka parliamentary threshold (PT) maka semakin tidak proporsional dan jumlah suara terbuang sia-sia semakin besar," ujar Awiek, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (1/6/2020).
Baca: Kapten Juventus: Jangan Samakan Moise Kean dengan Mario Balotelli
Awiek mengatakan dengan ambang batas parlemen empat persen saja, sudah ada sekira 30 juta suara yang hangus. Maka sudah sangat besar potensi parpol tidak mendapat perwakilan di DPR.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani.
Arsul membenarkan pernyataan koleganya bahwa semakin tinggi ambang batas parlemen maka akan membuat suara rakyat yang tak terwakili semakin bertambah.
"Itu akan menambah suara rakyat dalam pemilu yang tidak terwakili di parlemen bertambah banyak akibat partai atau calon dari partai yang dipilih tidak bisa menembus PT yang tinggi itu. Dengan PT 4 persen saja, maka lebih dari 10 persen pemilih tidak terwakili suaranya di DPR," kata Arsul.
Arsul juga meyakini ambang batas parlemen yang diajukan oleh Golkar dan Nasdem bukan harga mati yang tidak dapat dimusyawarahkan.
Wakil Ketua MPR RI tersebut juga menegaskan pihaknya mengambil sikap bahwa ambang batas parlemen empat persen tak perlu diubah.
"PPP tentu menghormati hak kedua partai tersebut menyampaikan usulannya. Tetapi berbekal pengalaman selama ini, keduanya juga tentu akan membuka pintu musyawarah dengan seluruh fraksi lain, bahkan juga mendengarkan aspirasi partai di luar parlemen. PPP sendiri berpendapat bahwa PT 4 persen tidak perlu dirubah," katanya.