Batalkan Ibadah Haji, Menteri Agama Diminta Menghadap DPR
Menteri Agama Fachrul Razi diminta untuk segera menghadap Komisi VIII DPR terkait anggaran ibadah haji.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Fachrul Razi diminta untuk segera menghadap Komisi VIII DPR terkait anggaran ibadah haji, setelah diputuskan pelaksanaan ibadah haji tahun ini dibatalkan.
Anggota Komisi VII DPR Diah Pitaloka mengatakan, pembatalan kegiatan ibadah haji pasti membuat biaya-biaya yang telah direncanakan menjadi batal dan pembatalannya harus dikoordinasikan dengan DPR.
"Anggaran yang ditetapkan maka harus dibatalin secara formal, kalau tidak maka tidak bisa gerak anggarannya," ujar Diah kepada wartawan, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
"Di balik keputusan Menteri Agama itu harusnya dilakukan secara formal, karena menyangkut pembatalan biaya penyelenggaraan ibadah haji dan ini harus dibicarakan," sambung Diah.
Baca: IPHI Usul Calon Jemaah Haji Usia 60 Tahun ke Atas Diprioritaskan Berangkat Tahun Depan
Baca: Ibadah Haji Dibatalkan, Politikus PKS: Ini Keputusan Paling Aneh Dalam Sejarah, Ada yang Menekan
Di sisi lain, Diah menyesalkan keputusan pembatalan ibadah haji yang dilakukan sepihak oleh Menteri Agama, tanpa melakukan komunikasi dengan Komisi VIII sebagai mitra kerjanya.
"Saya menyesalkan tidak melaksanakan rapat koordinasi dengan DPR, lalu mengumumkan dan ini secara prosedur kurang lengkap karena dibalik itu ada konsekuensi biaya haji yang harus ada pembatalan yang melibatkan DPR," tutur politikus PDIP itu.
Baca: Batalkan Ibadah Haji, Ketua Komisi VIII DPR Sebut Menteri Agama Langgar Undang-undang
Penjelasan Menteri Agama
Keberangkatan jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 M, resmi dibatalkan.
Menteri Agama, Fachrul Razi menyampaikan, keputusan tersebut diambil karena mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi virus corona.
Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M.
“Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanan, jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi," ujarnya di Jakarta, Selasa (02/06/2020), dikutip dari Kemenag.go.id.
Kementerian Agama telah melakukan kajian literatur serta menghimpun sejumlah data dan informasi tentang haji di saat pandemi di masa lalu.
Penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah menular, telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan.
Baca: Jemaah Haji Tahun Ini Batal Berangkat karena Corona, Berikut Catatan Sejarah Gangguan Ibadah Haji
Baca: Ada Konsekuensi Biaya Pembatalan, Sapuhi Sarankan Jemaah Gunakan Kesempatan Haji 2021
Selain keselamatan, kebijakan diambil karena Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 M.
Sehingga, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah.
“Waktu terus berjalan dan semakin mepet. Rencana awal kita, keberangkatan kloter pertama pada 26 Juni."
"Artinya, untuk persiapan terkait visa, penerbangan, dan layanan di Saudi tinggal beberapa hari lagi."
"Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan."
"Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” terang Fachrul Razi.
Risiko jika Jemaah Berangkat
Menag mengungkapkan, akan timbul risiko yang lebih besar jika pemerintah tetap memberangkatkan jemaah haji.
"Jika jemaah haji dipaksakan berangkat, ada risiko amat besar yaitu menyangkut keselamatan jiwa dan kesulitan ibadah."
"Meski dipaksakan pun tidak mungkin karena Arab Saudi tak kunjung membuka akses," tegasnya.
Pembatalan tidak hanya untuk jemaah yang menggunakan kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi termasuk juga jemaah yang akan menggunakan visa haji mujamalah atau furada.
Baca: 31 Jemaah Tablig Asal Indonesia di India Dapat Putusan Bebas
Baca: Komisi VIII DPR Sesalkan Keputusan Menag Umumkan Pembatalan Haji Tanpa Ajak Rapat Terlebih Dulu
Dampak Pembatalan Haji 2020
Jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun ini, akan menjadi jemaah haji 1442 H/2021 M.
Setoran pelunasan Bipih yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442 H/2021 M,” ungkap Fachrul Razi.
“Setoran pelunasan Bipih juga dapat diminta kembali oleh jemaah haji,” lanjutnya.
Petugas Haji Daerah (PHD) pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinyatakan batal.
Bipih yang telah dibayarkan akan dikembalikan.
“Gubernur dapat mengusulkan kembali nama PHD pada haji tahun depan,” katanya.
Baca: Khawatir Terjangkit Covid-19, Nurhidayat Haji Haris Dilarang Ortu Latihan di Lapangan
Baca: Badan Pengelola Keuangan Haji Buka Lowongan untuk 35 Posisi, Ini Persyaratannya
Lalu, pembimbing dari unsur Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), statusnya dinyatakan batal.
Bipih yang dibayarkan akan dikembalikan, dan KBIHU dapat mengusulkan nama pembimbing pada penyelenggaraan haji mendatang.
“Semua paspor jemaah haji, petugas haji daerah, dan pembimbing dari unsur KBIHU pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M akan dikembalikan kepada pemilik masing-masing,” jelasnya.
Kemenag telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.
(Tribunnews.com/Nuryanti)