YLBHI Minta Pemerintah Batalkan Rencana Pelibatan TNI dalam Pelaksanaan New Normal
Pemerintah seharusnya menangani pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) berlandaskan kebijakan kesehatan publik berbasis sains.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, meminta pemerintah meninjau rencana pelibatan TNI dalam pendisiplinan pelaksanaan protokol kesehatan pada saat new normal atau kenormalan baru.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menangani pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) berlandaskan kebijakan kesehatan publik berbasis sains.
Selain itu, pelonggaran kekarantinaan kesehatan harus dilakukan berbasis data.
"Menghapus dan membatalkan kebijakan dengan pendekatan keamanan untuk menangani Covid-19 termasuk rencana pelibatan TNI dalam new normal," kata Muhammad Isnur, dalam keterangannya, Selasa (2/6/2020).
Penanganan Covid-19 oleh pemerintah memasuki babak baru adanya rencana aktivitas “new normal”.
Salah satu penerapan new normal adalah rencana pelibatan TNI di pendisiplinan pelaksanaan protokol kesehatan.
Melihat rencana pemerintah, pelibatan atau pengerahan pasukan TNI akan dilakukan di berbagai tempat termasuk di fasilitas publik seperti di pasar, pusat-pusat perbelanjaan, dan tempat wisata.
Baca: Floyd Mayweather akan Bayar Pemakaman George Floyd sebagai Tanda Dukungan
Sebagaimana dinyatakan Presiden Joko Widodo, pelibatan itu akan ada di 4 Provinsi dan 25 Kota/Kabupaten.
Pemerintah beralasan pemberlakuan new normal di wilayah-wilayah tersebut karena dianggap sudah siap.
"Pertanyaannya kemudian, mengapa daerah yang sudah siap harus ditangani oleh TNI? Langkah ini sekali lagi menunjukkan bahwa Pandemi Covid-19 ditangani dengan pendekatan keamanan," ujarnya.
Dia menilai, rencana pelibatan TNI ini menambah tindakan pemerintah yang menggunakan pendekatan keamanan.
Sebelumnya Kapolri mengeluarkan Surat Telegram tentang memberikan efek jera pada orang yang dianggap menghina Presiden dan hoax.
"Surat ini dijalankan secara diskriminatif dan menyasar orang-orang yang kritis kepada Pemerintah seperti peserta Aksi Kamisan di Malang, Ravio Patra, dan peserta aksi di Pekanbaru," ujarnya.
Baca: Aksi Protes Anti-Polisi AS Juga Terjadi di Jalanan Kota New York
Dia menjelaskan TAP MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia menghapus dwifungsi ABRI.
Di TAP MPR No. VI Tahun 2000 disebutkan peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
"Maka, pengembalian peran TNI di kegiatan-kegiatan di ranah sipil bertentangan dengan reformasi dan TAP MPR. Dalam UU TNI disebutkan perihal adanya Operasi Milliter, selain perang, tetapi juga ditegaskan harus melalui Keputusan Politik Negara, dimana Presiden berkonsultasi dengan DPR," tambahnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.