Jokowi & Menkominfo Diputus Bersalah Soal Pemblokiran Internet Papua, Ahli Sebut Salahi Prinsip HAM
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) diputuskan bersalah atas pemblokiran internet di Papua.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: bunga pradipta p
"Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet," kata majelis hakim dalam putusannya.
Majelis hakim juga menilai ada dampak yang ditimbulkan dari pembatasan akses internet.
Aktivitas hingga ekonomi warga banyak terganggu.
Baca: Cegah PHK Massal, Jokowi Minta Program Pemulihan Ekonomi Utamakan Industri Padat Karya
Tanggapan Saksi Ahli HAM
Sementara itu Dosen Ahli Fakultas Hukum Univeristas Airlangga Herlambang Perdana Wiratama mengungkapkan throttling (pelambatan akses) dan blocking (pemblokiran) internet tidak dibenarkan terkait prinsip hak asasi manusia (HAM).
Dilansir Kompas.com, hal itu ia ungkapkan kala menjadi saksi ahli 1 dalam sidang gugatan penutupan akses internet di Papua dan Papua Barat saat terjadi konflik Agustus 2019 lalu.
"Justifikasi throttling apalagi blocking tak dibenarkan dalam HAM," kata Herlambang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2020).
Menurut Herlambang, jika pemerintah hendak melakukan pembatasan internet, akan ada mekanisme internal yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan informasi.
Herlambang menyebut hal itu bisa menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah saat akan melakukan sebuah tindakan.
"Informasi itu dikelola pemerintah. Di saat apa dia bisa mengeluarkan? Di saat pada titik standar-standar."
"Kalau dari kacamata HAM, pemerintah punya kewajiban di situ untuk memberikan jaminan perlindungan HAM, termasuk ketika melakukan pembatasan dalam alasan-alasan Pasal 19 Ayat 3 UU ICCPR," kata dia.
Herlambang menyebut sejumlah alasan.
Antara lain mengenai keamanan nasional, kepentingan publik, dan beberapa hal lainnya.
Menurutnya, pemerintah saat ini bisa mengeluarkan perintah agar publik tidak keluar terlebih dahulu karena kasus virus corona.