Eks Kepala BAIS: Pelibatan TNI Dalam Menangani Terorisme Harus Dikontrol DPR
Dalam hal ini Pemerintah dan DPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 tahun 2004
Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto menegaskan pelibatan TNI untuk mengatasi terorisme harus dikontrol oleh DPR.
Menurut Soleman, pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme tersebut harus didasarkan keputusan politik negara.
Baca: DPR Bertekad Hasilkan UU Pemilu yang Berlaku Hingga 20 Tahun
Dalam hal ini, Pemerintah dan DPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 tahun 2004.
Hal itu disampaikan Soleman dalam Diskusi Webinar bertajuk "Polemik Rancangan Perpres Tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Terorisme" yang diselenggarakan Universitas Paramadina pada Selasa (9/6/2020).
"Apa yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan politik negara, itu adalah keputusan diambil oleh DPR dan pemerintah," ucap Soleman.
"Jadi itu adalah DPR dan pemerintah dalam suasana rapat kerja atau rapat konsultasi. Itu apa artinya, menurunkan TNI itu selalu harus ada kontrol dari DPR," kata Soleman.
Soleman juga menjelaskan, berdasarkan pasal 18 UU 34/2004 Pemerintah masih bisa menggunakan TNI jika dibutuhkan secara cepat untuk mengatasi masalah apapun termasuk terorisme.
"Apakah presiden tidak bisa memanfaatkan TNI apabila dibutuhkan secara cepat? Bisa. Lihat pasal 18 UU TNI. Di sana dengan jelas disebutkan bahwa Presiden dapat mengerahkan TNI untuk menghadapi ancaman apa saja, termasuk ancaman terorisme," ujar Soleman.
"Namun dalam 2 x 24 jam harus laporan kepada DPR. Jadi penggunaan TNI itu dikontrol 100 persen oleh DPR," kata Soleman.
Sebelumnya, Soleman mengungkapkan tiga masalah yang dihadapi TNI jika rancangan Peraturan Presiden tentang pelibatan TNI dalam menangani terorisme yang tengah menjadi polemik dipaksakan untuk dibahas dan disahkan.
Menurut Soleman masalah pertama ada pada pertentangan dalam undang-undang yang mengatur pelibatan TNI dalam menangani terorisme.
Yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia
Ia mengatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi terorisme pada UU 5/2018 didasarkan pada Peraturan Presiden.
Sedangkan, pada UU 34/2018 ketentuan yang sama diadasarkan pada keputusan politik negara yakni Presiden dan DPR.
"Masalah kedua, kalau isi Perpres itu berisi tentang law enforcement (penegakan hukum) sesuai dengan KUHAP. Itu bukan keahlian TNI. Itu akan bertabrakan dengan Polisi," kata Soleman.
Selain itu menurut Soleman TNI juga akan berhadapan dengan persoalan Hak Asasi Manusia.
"Masalah yang ketiga, karena TNI itu bukan ahlinya penegak hukum, maka dikhawatirkan si terdakwa ini akan memperoleh ketidakpastian penyelesaian hukum. Sehingga TNI ini akan tertuduh sebagai pelanggar HAM," kata Soleman.
Baca: Indonesia Belum Tentu Dapatkan Vaksin Covid-19 dari Negara Lain Meski Telah Ditemukan
Diberitakan Soleman bahkan tegas mengusulkan pembatalan Rancangan Perpres tersebut.
"Mumpung masih rancangan, ditarik saja. Enggak usah dilanjutkan daripada menimbulkan masalah," kata Soleman, dalam keterangan tertulis kepada awak media, Senin (1/6/2020) di Jakarta.