Tempat Wisata Mulai Ramai saat New Normal, Sosiolog UNS Ingatkan soal Kontrol Populasi
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si memberikan tanggapan terkait tempat wisata yang mulai ramai
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si memberikan tanggapan terkait tempat wisata yang mulai ramai sementara pandemi Corona belum berakhir.
Contoh keramaian di tempat wisata ini terlihat di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
DilansirKompas.com, meskipun Pemerintah Kabupaten Aceh Utara belum secara resmi membuka objek-objek wisata namun keramaian pengunjung mulai terlihat.
Mengenai hal ini, Dr. Drajat menyebutkan terdapat definisi yang berbeda mengenai new normal di masyarakat.
"Kalau masa awal dulu saya menyebut orang-orang yang tetap mudik, orang-orang yang tetap keluar, sebagai social disobedient (ketidakpatuhan sosial)."
"Tapi saat ini saya menyebutnya definisi new normal yang berbeda atau socially constructed new normal, (new normal yang) bukan secara kesehatan, bukan secara pemerintah," kata Drajat saat diwawancara Tribunnews.com melalui Zoom, Senin (8/6/2020).
Sementara itu, menurut Drajat, agar new normal dapat berjalan sesuai yang dinstruksikan pemerintah dan bersesuaian dengan protokol kesehatan maka perlu dilakukan kontrol populasi.
Dengan demikian, Drajat mengatakan, diharapkan tidak terjadi kerumunan di ruang-ruang publik.
Baik itu di tempat wisata, tempat hiburan, pusat perbelanjaan, sekolah, kampus, dan sebagainya.
"New normal yang dikonstruksikan kesehatan ini intinya yang harus dikontrol adalah kontrol populasi," ujarnya.
"Sehingga pada ruang tertentu, pada pintu masuk tertentu, itu tidak berjubel orang, karena kalau berjubel orang nanti senggolan, itu yang harus dikontrol," sambung dia.
Baca: Tempat Wisata Ramai Pengunjung, Sosiolog: Terjadi New Normal Versi Masyarakat karena Polusi Simbolik
Drajat mencontohkan, tempat wisata yang memiliki kapasitas pengunjung sebanyak 100 orang per hari perlu mengumumkan bahwa kini hanya menerima 25 orang per harinya.
Selain itu, menurut Drajat, perlu adanya tiket online di tempat wisata supaya masyarakat datang sesuai jadwalnya masing-masing.
"Kalau dalam satu hari menurut statistik pariwisata itu, Jumog misalnya, jumlah yang masuk 100, maka diumumkan di luar kalau Jumog menerima satu hari 25 orang."