Komisi Kejaksaan Beri Tanggapan Terkait Kasus Novel Baswedan: Tuntutan Bisa Melihat Aspek Keadilan
Terkait tuntutan ringan jaksa pada terdakwa kasus penyiraman air keras ke Novel Baswedan, Komisi Kejaksaan minta melihat aspek keadilan.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak mengungkapkan tuntutan terkait kasus Novel Baswedan bisa berdasar pada aspek keadilan.
Hal tersebut disampaikan dalam acara Mata Najwa yang disiarkan secara langsung di stasiun televisi TRANS 7, Rabu (17/6/2020).
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum atau JPU menuntut dua terdakwa kasus penyiraman air keras dengan 1 tahun penjara.
Baca: Haris Azhar Beberkan Sejumlah Fakta yang Tak Ada di Persidangan Kasus Novel Baswedan
Di mana keduanya memang terbukti melakukan penganiayaan.
Serta penganiayaan sudah rencanakan dan mengakibatkan luka berat.
Seorang terdakwa, yakni Rahmat Kadir Mahulette dianggap terbukti melakukan penganiayaan kepada Novel.
Sementara Rony Bugis dianggap terlibat dalam proses penganiayaan dan membantu Rahmat menjalani aksinya.
Keduanya dinilai melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.
Meski demikian, Komisi Kejaksaan tidak diperbolehkan ikut campur dalam proses peradilan sebuah kasus.
Apalagi hingga mempengaruhi putusan jaksa terhadap kasus tersebut.
Hal tersebut sudah sesuai dengan yang ditetapkan di dalam Undang-undang.
Barita menjelaskan, Komisi Kejaksaan hanya bertugas untuk menerima masukan.
Baca: Rekam Jejak Fredrik Adhar, Jaksa Kasus Novel Baswedan, Punya Harta Rp 5,8 M, Akun IG Diserbu Netter
Baca: Jokowi Tak Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan, Feri Amsari Tuding Istana Lari dari Tanggung Jawab
Hingga mengumpulkan informasi dari masyarakat perihal kasus terkait.
Dan Barita menuturkan, tugas tersebut telah dijalankan oleh Komisi Kejaksaan dalam kasus Novel Baswedan.
Terkait penanganan kasus secara teknis memang merupakan hak dari kejaksaan.
Di mana kejaksaan memiliki kekuasaan yang bebas dalam penanganan kasus.
"Komisi kejaksaan tidak boleh mengganggu pelaksaanan dan mempengaruhi kemandirian jaksa," terang Barita.
"Menerima masukan, menghimpun informasi dari masyarakat."
"Soal penanganan teknis kekuasaan yang merdeka untuk kejaksaan," tambahnya.
Sampai saat ini, terkait tuntutan JPU terhadap terdakwa kasus Novel Baswedan, pihak Komisi Kejaksaan belum bisa mengambil keputusan.
Karena masih harus melihat serangkaian proses penyelesaian terlebih dahulu.
Hingga keputusan hakim telah ditetapkan secara sah terkait kasus Novel Baswedan ini.
Menurut Barita, Novel Baswedan sebagai penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih termasuk ke dalam aparat hukum.
Baca: Novel Baswedan Sudah Ragu Sejak Awal hingga Bisa Prediksi Akhir dari Kasusnya: Ini Lelucon Besar
Baca: Diserang Buzzer, Bintang Emon Dapat Dukungan dari Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco
Di mana seharusnya mendapatkan perlindungan lebih dalam menjalankan tugasnya.
Begitu pula dengan pelaku yang diketahui termasuk aparat penegak hukum dan seharusnya bisa mencontohkan sikap yang baik.
Sehingga Barita berharap, tuntutan yang ditetapkan harus berdasar pada aspek keadilan.
Yakni adil dari sisi Novel Baswedan sebagai aparat yang juga menjadi korban.
Serta keadilan bagi masyarakat, namun sesuai dengan ketetapan yang sudah ada.
"Ini harus kita lihat keseluruhan proses terlebih dahulu sampai keputusan hakim," jelas Barita.
"Novel Baswedan adalah aparat hukum yang seharusnya dapat proteksi maksimal, pelakunya juga oknum yang seharusnya bisa memberikan contoh yang baik bagi masyarakat."
"Tuntutan bisa melihat aspek keadilan, tidak saja bagi Novel juga masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)