Beda Pendapat Masinton Pasaribu dan Saor Siagian soal Intervensi Jokowi di Kasus Novel Baswedan
Beda pendapat antara Masinton Pasaribu dan Saor Siagian soal intervensi Jokowi dalam penanganan kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu angkat bicara soal proses peradilan kasus penyiraman air keras pada penyidik senior Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Menurut Masinton Pasaribu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tidak perlu campur tangan lagi dalam kasus tersebut.
Ia pun menilai, menarik Jokowi untuk terlibat proses peradilan merupakan tindakan yang berlebihan.
"Menarik presiden ke ranah ini menurut saya juga itu menjadi lebay kita nantinya," ujar Masinton Pasaribu dalam video yang diunggah di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (17/6/2020).
Politikus PDI Perjuangan ini menyebut, energi Jokowi serta bangsa ini sebaiknya dicurahkan pada masalah wabah virus corona (Covid-19) saja.
Sebab, terlalu mengistimewakan kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan akan membentuk bangsa menjadi mellow.
Baca: Masinton Pasaribu: Presiden Sudah Berikan Porsi Lebih untuk Kasus Novel, Jangan Ditarik-tarik Lagi!
Masinton Pasaribu kemudian membenarkan bahwa presiden memang bisa memberikan hak amnesti hingga abolisi.
Namun itu bukan berarti Jokowi bisa mengintervensi proses peradilan.
"Menurut saya presiden itu dalam konteks yudisial apa segala macam dan pertimbangan sebagai kepala negara dia memberikan hak amnesti, abolisi, dan segala macam, dia tidak boleh mengintervensi proses peradilan," papar Masinton Pasaribu.
'Jangan Tanggung-tanggung Presiden'
Sementara itu, anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Saor Siagian memberikan pendapat berbeda dari Masinton Pasaribu.
Menurut Saor Siagian, Jokowi sebenarnya sejak awal sudah mengintervensi kasus penyiraman air keras pada Novel Basewedan ini.
Terlihat dari tindakan presiden yang menjamin pengobatan mata Novel Baswedan saat dana KPK tidak cukup untuk membiayai.
Selain itu, Jokowi juga berkali-kali memberikan ultimatum pada Kapolri untuk menuntaskan kasus ini maksimal Desember 2019.
Sehingga Saor Siagian menilai Jokowi tidak perlu tanggung-tanggung dalam intervensi proses peradilan.
"Jangan tanggung-tanggung presiden. Karena sekarang ini (proses peradilan) ada menarik-menarik pada presiden," kata Saor Siagian, masih melansir sumber yang sama.
Lebih lanjut, Menteri Koordinator Hukum, Politik, dan Kemananan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa presiden merupakan penegak hukum yang dibantu oleh kepolisian dan kejaksaan.
Pernyataan itu disampaikan dalam video rekaman wawancara Najwa Shihab pada 9 Juli 2018 saat Mahfud MD belum menjabat sebagai Menkopolhukam.
"Di dalam ketatanegaraan presiden itu penegak hukum loh, lalu dalam menegakkan hukum itu di bidang pidana dia dibantu oleh kepolisian dan kejaksaan," kata Mahfud MD.
Baca: Penyiramnya Dituntut 1 Tahun Bui, Novel Baswedan Sarankan untuk Dibebaskan Saja: Banyak Kejanggalan
Pakar Hukum Tata Negara ini kemudian mengatakan bahwa presiden justru wajib mengintervensi kepolisian dan kejaksaan jika ada kejanggalan dalam penanganan kasus.
Di sisi lain, saat Mahfud MD menjabat sebagai Menkopolhukam lalu dimintai pendapat mengenai kasus tersebut, ia menyatakan tidak bisa ikut campur.
Sebab proses peradilan kasus pernyiraman Novel Baswedan merupakan urusan kejaksaan.
"Itu urusan kejaksaan, saya tidak boleh ikut urusan pengadilan, saya ini menteri koordinator bukan menteri eksekutor."
"Jadi itu biar kejaksaan, dan itu ada alasan-alasan hukum yang tentu bisa mereka pertanggungjawabkan sendiri," ujar Mahfud MD, Selasa (16/6/2020).
Istana Buka Suara soal Tuntutan Ringan pada Penyerang Novel Baswedan
Pihak Istana baru buka suara menanggapi proses peradilan kasus pernyiraman Novel Baswedan pada Selasa (16/6/2020) kemarin.
Lewat Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adiansyah, Istana menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tidak bisa mengintervensi sidang yang tengah berjalan, termasuk yang berkaitan dengan langkah jaksa penuntut umum menuntut kedua pelaku dengan hukuman satu tahun penjara.
"Kita serahkan saja kepada prosedur yang ada, Presiden tidak intervensi," kata Donny saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/6/2020).
Donny menyadari banyak masyarakat yang merasa tuntutan bagi dua pelaku tak memenuhi rasa keadilan.
Namun, ia menegaskan, presiden selaku pimpinan tertinggi di eksekutif tak bisa mencampuri urusan yudikatif.
"Presiden tidak bisa mencampuri urusan judisial, paling hanya memberikan dorongan penguatan agar keadilan ditegakkan dan bisa memuaskan semua pihak," kata Donny.
Baca: Jokowi Tak Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan, Feri Amsari Tuding Istana Lari dari Tanggung Jawab
Ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk mengikuti saja proses persidangan yang masih berjalan.
Jika memang nantinya vonis hakim juga dirasa tidak memenuhi rasa keadilan, pihak Novel bisa mengajukan banding.
"Sekali lagi kita serahkan pada prosedur yang ada. Apabila dirasa tidak puas, atau terlalu ringan, ya ajukan banding. Jadi saya kira gunakan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu," kata Donny.
Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa komitmen dan sikap Presiden dalam memandang kasus penyerangan Novel ini masih sama sejak awal.
Menurut dia, Jokowi tetap menanggap kasus ini sebagai persoalan serius dan pelakunya harus ditindak tegas.
"Posisi presiden tidak berubah. Posisi tetap seperti itu," ujar dia.
Namun, saat ditanya apakah Presiden akan mengevaluasi jaksa yang memberi tuntutan ringan atas kasus ini, Donny menyebut hal tersebut masih membutuhkan proses lebih lanjut.
"Kalau evaluasi nanti ada prosesnya, ada prosedurnya, ada tahapannya. Masih jauh," kata dia.
Baca: Novel Baswedan Tunjukkan Bukti Mukanya Kena Air Keras Bukan Aki: Beton sampai Melepuh Berubah Warna
(Tribunnews.com/Rica Agustina, Kompas.com/ Icha Rastika)