Bambang Widjojanto: Ada Potensi Penyalahgunaan Dana Bansos Untuk Pilkada
Bambang Widjojanto, mengungkap adanya potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengungkap adanya potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
"Pilkada ditunda sampai Desember membuka ruang untuk eksploitasi dana yang dipakai untuk Covid-19 atau seharusnya (penggunaan dana,-red) Covid-19," kata Bambang Widjojanto dalam sesi diskusi online, Relaksasi Korupsi Ditengah Pandemi? Adakah?, Jumat (19/6/2020).
Pilkada 2020 akan diselenggarakan di 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.
Baca: Festival Indonesia ke-5 di Moskow Resmi Ditunda Akibat Pandemi Covid-19
Ada sekitar 170 kepala daerah yang sekarang ini dari 270 itu yang masa jabatan berakhir paling lambat akhir 2020.
"Yang paling menarik ada lebih dari 200 itu petahana ikut kembali di dalam Pilkada. Itu artinya ada potensi dana yang dipakai akan digunakan bukan sekedar bansos," ujarnya.
Dia menilai pemberian bansos kepada masyarakat terdampak Covid-19 hanya sekedar untuk pencitraan pemerintah.
"Tetapi, pencitraan menggunakan mekanisme (pemberian,-red) bansos. Ada muka kepala daerah. Presiden menggunakan itu, walaupun tidak ada (gambar wajah,-red) muka. Ini sumbangan presiden," tuturnya.
Baca: Gibran Sudah Direstui Megawati Maju Pilkada Solo? PDIP: Keputusan Tertulis Belum Keluar
Atas dasar itu, dia mendorong, agar KPK turut terlibat mengawasi pemberian dana untuk kepentingan Pilkada.
Jangan sampai, tidak mau terlibat karena Pilkada merupakan kegiatan politik.
"Sama sekali tidak ada kaitan potensi korupsi dengan isu Pilkada. Artinya, pemahaman potensi korupsi yang dipotret KPK terbatas. Menurut saya pemahaman tidak utuh perspektif korupsi ini menyebabkan bukan hanya pemahaman tetapi ada yang mesti dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, menegaskan komitmen mengantisipasi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Baca: Ada Tambahan 456.256 Pemilih Baru di Pilkada Serentak Desember 2020
Dia tidak mentolerir jajaran lembaga penyelenggara pemilu itu yang menyalahgunakan anggaran. Apabila ditemukan ada yang melanggar aturan, dia siap melaporkan secara langsung kepada aparat penegak hukum.
KPU RI akan melibatkan aparat penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, beserta lembaga-lembaga lainnya terkait pengadaan barang, seperti BPK, BPKP, dan LKPP di pengadaan barang untuk kepentingan Pilkada 2020.
"KPU menjaga proses pengadaan agar tidak terjadi korupsi. Kalau ada orang mengaku-ngaku KPU minta ini, minta ini, itu bohong semua. Saya tegas untuk urusan ini. Kalau saya temukan fakta, saya tidak perlu menunggu orang melaporkan saya sendiri yang akan melaporkan," kata Arief, di sesi Bincang Virtual Rumah Pemilu, Senin (15/6/2020) malam.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyetujui anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu penyelenggaraan Pilkada 2020.
Pada Rapat Dengar Pendapat Kamis (11/6/2020), disepakati anggaran sebesar Rp 4,7 Triliun yang akan diberikan kepada KPU. Rencananya, anggaran itu dicairkan dalam tiga tahap, yaitu pada bulan Juni Rp 1,024 Triliun, bulan Agustus Rp 3,2 Triliun, dan Oktober Rp 457 Miliar.
Angka Rp 4,7 Triliun itu sesuai kebutuhan yang diminta KPU RI. Dana itu akan dipergunakan untuk KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Badan Adhoc, dan Biaya Akibat Perubahan TPS, KPPS, dan PPDP.