Pemerintah Tunda Pembahasan RUU HIP, GMNI Minta DPR Jangan Berkecil Hati
Dia juga mengapresiasi sikap pemerintah yang meminta penundaan pembahasan RUU HIP
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mengambil sikap dengan meminta DPR RI untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP.
Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi mengatakan penundaan tersebut memberi dampak positif bagi masyarakat.
Baca: Gandeng Netflix, Kemendikbud Dinilai Tidak Perhatikan Siswa yang Berada di Daerah 3T
Di mana masyarakat mendapatkan waktu untuk mempelajari naskah RUU HIP secara utuh.
"GMNI berharap masa waktu penundaan pembahasan ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari naskah RUU HIP, berdialog dan musyawarah antar elemen masyarakat," ujar Imanuel ketika dikonfirmasi, Kamis (18/6/2020).
Dia juga mengapresiasi sikap pemerintah yang meminta penundaan pembahasan RUU HIP.
Pemerintah dinilainya mengambil sikap yang bijaksana.
"GMNI mengapresiasi sikap pemerintah terkait penundaan pembahasan RUU HIP, itu sikap yang arif dan bijaksana," ungkapnya.
Di sisi lain Imanuel meminta pula agar wakil rakyat, dalam hal ini DPR, untuk tak berkecil hati terkait penundaan pembahasan RUU HIP.
"Penundaan ini jangan membuat DPR RI berkecil hati. Karena dapat bermanfaat untuk menjaring aspirasi lebih luas lagi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD didampingi Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan mengirimkan pemberitahuan secara resmi kepada DPR.
Hal ini terkait dengan permintaan penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini tengah menjadi polemik di masyarakat.
Mahfud mengatakan hal tersebut nantinya akan disampaikan sesuai prosedur yang berlaku kepada DPR.
"Ini saya baru bertemu presiden. Jadi menyampaikan ke masyarakat, juga sekaligus ini pemberitahuan termasuk kepada DPR, tapi tentu resminya ada prosedur nanti. Makanya Menkumham diajak ke sini. Nanti yang akan beri tahu secara resmi sesuai dengan prosedur yang diatur oleh peraturan perundang-undangan bahwa kita meminta DPR menunda untuk membahas itu, itu nanti Menkumham yang akan memberi tahu secara resmi," kata Mahfud dalam video yang dibagikan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Selasa (16/6/2020).
Selain itu Mahfud juga menegaskan kembali TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 tentang pelarangan paham Marxisme, Komunisme, dan Leninisme mutlak tetap berlaku
"Tapi substansinya pemerintah sudah sampai sikap tentang TAP MPRS Nomo 25 tahun 1966 mutlak tetap berlaku dan seperti dikatakan Pak Menkumahm tadi itu sebenarnya sudah satu keniscayaan katena sudah diperkuat kembali oleh TAP MPRS Nomor 1 tahun 2003," kata Mahfud.
Baca: Respons Istana Hingga Yenny Wahid soal Postingan Guyonan Gus Dur yang Berujung Pemeriksaan Polisi
Mahfud juga menegaskan kembali rumusan Pancasila yang resmi dipakai adalah rumusan Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
"Pancasila yang resmi dipakai adalah Pancasila yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 yang isinya lima sila dalam satu kesatuan paham dan satu tarikan napas pemahaman," kata Mahfud.