Kasus Pembakaran Bendera Partai Berujung ke Jalur Hukum, Megawati Perintahkan Kader Rapatkan Barisan
Terkait pembakaran bendera PDIP saat demo menolak RUU HIP, Hasto mengatakan pihaknya akan tetap menempuh jalur hukum.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Surat Perintah Harian kepada seluruh kader PDIP terkait insiden pembakaran bendera partai oleh massa yang menggelar unjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan gedung DPR, Rabu (24/6/2020).
Dalam Surat Perintah Harian itu, Megawati meminta kader PDIP di seluruh Indonesia untuk siap siaga, namun mengedepankan proses hukum atas kasus tersebut.
Megawati mengatakan, PDIP adalah partai yang sah dan dibangun melalui sejarah panjang serta berakar kuat pada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui PNI yang didirikan oleh Bung Karno pada tanggal 4 Juli 1927.
Selain itu, kata Mega, PDIP juga memiliki sejarah panjang dalam memerjuangkan hak demokrasi rakyat, meskipun membawa konsekuensi dikuyo-kuyo, dipecah belah, dan puncaknya penyerangan kantor partai pada tanggal 27 Juli 1996.
"Meski demikian dalam perjalanannya, PDI Perjuangan tetap dan selalu akan menempuh jalan hukum. PDI Perjuangan akan terus mengobarkan jalan perjuangan bagi dedikasi partai untuk rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Mega dalam suratnya itu.
Atas dasar hal tersebut, sebagai Ketua Umum PDIP Megawati menegaskan bahwa partainya tidak pernah memiliki keinginan memecah belah bangsa.
"Sebab kita adalah pengikut Bung Karno yang menempatkan Pancasila sebagai suluh perjuangan bangsa," kata Megawati.
"Terus rapatkan barisan! Tempuhlah jalan hukum, perkuat persatuan dengan rakyat, karena rakyatlah cakrawati Partai. Sekali Merdeka Tetap Merdeka! Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!," ujar Megawati.
"Bendera selalu tegak!! Seluruh kader siap menjaganya!!!" katanya mengakhiri surat tersebut.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto, mengatakan, surat yang ditandatangani Megawati itu dikeluarkan pada Kamis (25/6/2020) atau sehari pasca-aksi pembakaran bendera PDIP.
Baca: Minta PDIP Tak Lebay Soal Pembakaran Bendera, Ketua PA 212 : Kadernya Pernah Bakar Bendera Demokrat
Baca: Massa PA 212 Bakar Bendera PKI di Depan Gedung DPR
"Ya benar Ibu Ketua Umum mengeluarkan Surat Perintah Harian," kata Hasto dalam keterangannya.
Hasto menegaskan bahwa sejak awal PDIP selalu mengedepankan dialog dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Meski demikian, kata Hasto, terkait pembakaran bendera PDIP saat demo menolak RUU HIP, pihaknya akan tetap menempuh jalur hukum.
"PDIP dengan tegas akan menempuh jalan hukum. Jalan hukum inilah yang dilakukan oleh PDI pada tahun 1996, ketika pemerintahan yang otoriter mematikan demokrasi," ujar Hasto.
Kata Hasto, PDIP sangat menyesalkan aksi provokasi yang dilakukan dengan membakar bendera partainya. Dia menduga ada yang sengaja memancing provokasi dengan pembakaran itu.
"PDIP ini partai militan, kami punya kekuatan grass roots, dan kekuatan ini kami dedikasikan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa dan negara. Meski ada pihak yang sengaja memancing di air keruh, termasuk aksi provokasi dengan membakar bendera partai, kami percaya rakyat tidak akan mudah terprovokasi," katanya.
Pembakaran bendera PDIP yang terjadi saat demo menolak RUU HIP diketahui dari video yang beredar di medial sosial.
Aksi demonstrasi itu melibatkan beberapa organisasi massa seperti Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti-Komunis.
Dalam sebuah video yang dibagikan akun Twitter @savemoslem1, massa tampak bersemangat menyerukan agar PKI, partai politik yang sudah lama lenyap dari Indonesia, agar dimusnahkan.
"Bakar, bakar, bakar PKI, bakar PKI sekarang juga," teriak mereka.
Massa juga mendesak Presiden Jokowi menghentikan RUU HIP yang mereka anggap akan mengubah Pancasila (lima sila).
"Kalau RUU HIP tidak dihentikan, maka tidak ada kata lain, turunkan Jokowi. Turun, turun, turun Jokowi, turun Jokowi sekarang juga," teriak mereka lagi.
Baca: Ketua DPD PDIP Sumut Mengundurkan Diri, Japorman: Bukan Karena Jadi Tersangka KPK
Baca: Tegas Ganjar Pranowo untuk Pembakar Bendera PDIP dalam Demo Tolak RUU HIP: Kami Bukan PKI!
Kecelakaan
Sementara itu Ketua PA 212 Slamet Maarif mengaku tidak mengetahui ada bendera PDIP dibakar saat aksi unjuk rasa.
Ia mengaku sedang berada di dalam gedung DPR menjalani audiensi saat kejadian itu.
"Saat kejadian kita sedang di dalam audiensi," kata Slamet, Kamis (25/6/2020).
Slamet juga tidak tahu siapa yang membawa bendera tersebut. Hal itu juga tidak diketahui tokoh yang ikut memimpin aksi.
"Jadi saya sendiri tidak melihat langsung kejadiannya," ujar Slamet.
Ia pun meminta hal itu ditanyakan kepada koordinator lapangan (korlap) aksi massa di DPR.
"Coba tanyakan ke korlap," kata Slamet.
Saat dihubungi Tribunnews.com, korlap aksi massa Edy Mulyadi mengatakan kejadian itu adalah kecelakaan. Dia menegaskan pembakaran bendera tidak direncanakan sebelumnya.
"Itu accident. Dalam rapat-rapat kita nggak ada rencana bakar bendera, apalagi bendera PDIP gitu. Itu accident, sama sekali nggak direncanakan," ujar Edy.
Edy tak mengetahui pasti siapa pelaku pembakaran bendera partai berlambang banteng moncong putih itu. Menurutnya, ada dua kemungkinan pelaku pembakaran bendera.
Pertama, oknum yang bergabung bersama massa dan sengaja melakukan pembakaran bendera.
Kedua, massa aksi yang memang terlalu bersemangat dan secara spontan melakukan pembakaran.
"Bisa jadi oknum perusuh sengaja, atau bisa juga massa aksi yang terlalu semangat spontanitas begitu. (Pembakaran bendera PKI) bahkan tidak direncanakan, apalagi PDIP," ungkapnya.
Adapun Ketua GNPF-Ulama Yusuf Martak, yang juga hadir dalam aksi tersebut mengaku heran dengan sikap PDIP. Ia menegaskan, setiap warga negara mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya.
"Jalur hukum masalah apa? Setiap warga negara punya hak menyampaikan hak aspirasinya secara konstitusional," kata Yusuf Martak saat dihubungi, Kamis (25/6/2020).
Meski begitu, Yusuf tak menampik jika setiap warga negara juga memiliki hak menempuh jalur hukum jika merasa telah dirugikan.
"Yang tidak boleh apabila hanya mengada-ada membuat kegaduhan di negara ini dan menjadikan aparat dan kekuasaan sebagai alat menjerat masyarakat yang mengkritiknya," tegas Yusuf.
Yusuf pun memastikan, GNPF-Ulama siap memberikan pendampingan termasuk bantuan hukum jika nantinya massa yang membakar bendera itu dilaporkan ke polisi oleh PDIP.
"Sesuai jawaban di atas, untuk bantuan hukum itu adalah kewajiban dalam kebersamaan masyarakat dalam perjuangan," ucap dia. (tribun network/dit/mam/sen/dod)