Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, Sekjen PPP: Itu Urusan Presiden
Presiden sudah menyebut bahwa dampak pandemi Covid-19 membuat terjadinya krisis kesehatan maupun ekonomi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), jikalau akan ada perombakan (reshuffle) kabinet.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani memanggapi amarah dan ancaman Presiden Jokowi akan membubarkan lembaga dan melakukan reshuffle lantaran lamban menyikapi perkembangan pandemi Covid-19.
"Kalau bicara soal reshuffle, PPP tidak berubah pandangannya. Kapan mau reshuffle itu mau dilakukan dan siapa yang akan direshuffle itu biar jadi urusan Presiden," ujar Arsul Sani ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (29/6/2020).
-
Baca: Kejengkelan Jokowi saat Singgung Anggaran Kesehatan Baru Dicairkan 1 Persen: Uang Ke-Rem di Situ!
Juga soal struktur kabinet pasca reshuffle, kata dia, mau tetap dengan komposisi sekarang atau mau dikurangi karena ada yang dilebur atau bahkan dibubarkan maka itu juga semua kewenangan Presiden.
"Batasannya adalah UUD Tahun 1945 dan UU Kementerian Negara. Sepanjang tidak menabrak konstitusi dan UU tersebut, maka parpol gak bisa ikut campur kecuali diminta pandangannya atau diminta mengirimkan nama dalam reshuffle," jelasnya.
"Jadi buat PPP tidak masalah kalau Presiden bicara dengan parpol-parpol koalisi sebelum reshufle dilakukan," ucapnya.
Lebih jauh ia melihat, kemarahan Presiden Jokowi kepada sejumlah menteri kabinetnya merupakan lecutan agar bekerja lebih keras dan lebih peka dalam menyikapi perkembangan pandemi Covid-19.
Karena kata dia, PPP melihat dua hal terkait dengaj kinerja anggota kabinet sekarang. Pertama, ada sejumlah anggota kabinet yang sulit diukur kinerjanya karena tidak pernah secara terbuka atau jelas menyampaikan baik di media arus utama atau media sosial terkait kinerjanya.
Kedua, ada anggota kabinet yang berkomunikasi publik tapi tidak mengkordinasikan dengan anggota kabinet lainnya atau tidak membaca apa yang disampaikan jajaran pemerintahan lainnya.
"Sehingga menjadi nggak "match" terkait sikap pemerintah atas suatu masalah. Ini misalnya waktu itu isu karantina, pelonggaran PSBB, TKA China dan lainnnya," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rasa jengkelnya terkait kinerja para menteri yang masih menganggap situasi saat ini dalam keadaan normal-normal saja.
Padahal, Presiden sudah menyebut bahwa dampak pandemi Covid-19 membuat terjadinya krisis kesehatan maupun ekonomi.
Jokowi bahwa membuka opsi untuk membubarkan lembaga maupun melakukan reshuffle kabinet jika kinerja menteri tak sesuai apa yang diharapkannya.(*)