Luapan Kejengkelan Jokowi Akan Kerja Menteri, Singgung Anggaran Kesehatan Hingga Ancaman Reshuffle
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja sejumlah menteri dalam rapat kabinet paripurna pada 18 Juni 2020 lalu.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja sejumlah menteri dalam rapat kabinet paripurna pada 18 Juni 2020 lalu.
Bahkan, Jokowi dalam kesempatan tersebut menyinggung soal perombakan kabinet atau reshuffle.
"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
Baca: Jokowi Isyaratkan Reshuffle Kabinet, Ancam Copot Menteri yang Lelet Tangani Dampak Pandemi Corona
Lebih lanjut, Presiden mengajak para menteri ikut merasakan pengorbanan yang sama terkait krisis kesehatan dan ekonomi yang menimpa Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Jokowi menilai, hingga saat ini diperlukan kerja-kerja cepat dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Terlebih, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyampaikan, bahwa 1-2 hari lalu pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6 persen sampai 7,6 persen.
Sehingga 6 sampai 7,6 persen minusnya.
Baca: Jokowi: Kalau Minta Saya Buatkan Perppu, Saya Pertaruhkan Reputasi Politik
Lalu, Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen.
"Kita harus mengerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," ucap Jokowi.
"Lah kalau saya lihat bapak ibu dan saudara-saudara masih melihat ini sebagai masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extra ordinary," jelasnya.
Baca: Jokowi Marahi Menterinya, Jengkel Kinerjanya Lelet: Saat Krisis, Seperti Biasa-Biasa Saja!
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bahkan tak segan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) dan Peraturan Presiden (Perpres) jika dalam tugas dan kinerja menteri masih ditemukan stagnasi.
Jokowi juga meminta para menteri agar tak ragu mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) jika memang diperlukan dalam mengoptimalkan kinerja kedepan.
Baca: Jokowi Jengkel Belanja Sektor Kesehatan Baru 1,53 Persen dari Rp 75 Triliun
"Kalau mau minta Perpu lagi saya buatin Perpu. kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara. Saya pertaruhkan reputasi politik saya," kata Jokowi.
Belanja Sektor Kesehatan Baru 1,53 Persen dari Rp 75 Triliun
Masih dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengungkapkan rasa kecewanya terkait minimnya belanja kementerian di masa krisis pandemi Covid-19.
Menurut Jokowi, minimnya belanja kementerian akan berdampak pada ekonomi masyarakat.
Ia pun meminta agar belanja kementerian segera dipercepat semaksimal mungkin
"Saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beradar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
"Jadi belanja kementerian tolong dipercepat," tambahnya.
Baca: Saat Jokowi Bicara Reshuffle di Depan Menteri
Jokowi pun menyinggung Kementerian Kesehatan yang masih minim menggunakan alokasi belanjanya.
Padahal, disaat krisis ini, Jokowi ingin kecepatan kementerian dalam melakukan perputaran uang.
"Bidang kesehatan, tuh dianggarkan Rp 75 triliun. Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua," ujar Jokowi.
Baca: Marahi Menteri, Jokowi Pertimbangkan Reshuffle hingga Bubarkan Lembaga
"Segara itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran. Sehingga mentrigger ekonomi," ucapnya.
Jokowi pun merasa heran, padahal anggaran Rp 75 triliun di sektor kesehatan bisa dialokasikan dengan cepat ke tenaga media hingga belanja alat kesehatan.
"Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialias, untuk tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu," kata Jokowi.
Perlu Dengar Masukan Masyarakat Soal Reshuffle Kabinet
Berbicara soal reshuffle, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mendengarkan aspirasi masyarakat yang setuju dengan adanya perombakan kabinet atau reshuffle.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Fraksi PAN di DPR Saleh Daulay, menanggapi hasil survei yang menyebut 75,6 persen masyarakat setuju jika Presiden Jokowi melakukan reshuffle.
"Presiden tentu perlu mendengar masukan masyarakat. Bisa jadi, apa yang dilihat masyarakat tidak masuk dalam perhatian presiden," kata Saleh Daulay saat dihubungi Tribunnews.com, Jakarta, Minggu (21/6/2020).
Baca: Selama Pandemi Covid-19, Beberapa Maskapai Hapus Layanan Minuman Beralkohol untuk Penumpang
Saleh menyebut, perombakan kabinet jelas merupakan hak prerogatif presiden.
Presiden juga yang berhak melakukan evaluasi terhadap kinerja seluruh pembantunya.
Dalam konteks reshuffle, kata Saleh, bisa dilakukan kapan saja dan tergantung kebutuhan dari presiden dalam menjalankan program pemerintahan.
Jika presiden melihat ada target yang tidak bisa dicapai seorang menteri, sementara hal itu dinilai sangat penting, presiden tentu bisa melakukan pergantian.
Baca: Tiga PSK yang Diamankan di Puncak Ditawarkan ke Hidung Belang Mulai Rp 500 Ribu HIngga Rp 1,5 Juta
“Mungkin orang bisa menyebut bahwa sekarang bukan waktu yang tepat melakukan pergantian. Alasannya karena semua lagi fokus menangani Corona. Tetapi bisa juga disebutkan bahwa karena penanganan corona itulah maka diperlukan kabinet yang kuat. Presiden memerlukan pembantu-pembantu yang kuat dan cerdas untuk menghadapi pandemi ini," kata Saleh.
"Jadi kalau mau melakukan pergantian, tidak ada yang bisa menghalangi. Sekali lagi, semua dikembalikan kepada presiden. Begitulah amanat yang termaktub di dalam konstitusi kita," sambung Saleh.
Sebelumnya, Arus Survei Indonesia melakukan survei pada 19-12 Juni 2020 terhadap 1.800 responden yang diwawancarai melalui sambungan telepon di seluruh provinsi di Indonesia.
Baca: Curiga Ada Suara Pria dan Wanita di Tengah Hutan, Warga Temukan Sepasang Remaja Sedang Berbuat Mesum
Survei terkait Evaluasi Publik Jelang 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, menghasilkan 75,6 persen responden setuju Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet.
Sementara 16,9 persen (gabungan kurang setuju dan sangat tidak setuju) publik mengatakan tidak setuju terkait wacana reshuffle kabinet.
Sebagai informasi, data nomor telepon responden diambil dari responden survei nasional Arus Survei Indonesia periode April 2019.
Survei dilakukan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.