Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan DPD RI Sarankan Menteri Tak Mampu Kerja Mengundurkan Diri

Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bahtiar Najamudin menganggap wajar Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah karena tidak puas dengan kinerja menteri-menterinya.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pimpinan DPD RI Sarankan Menteri Tak Mampu Kerja Mengundurkan Diri
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko WIdodo berfoto bersama sejumlah Menteri Kabinet kerja dan para duta besar seusai mengikuti peresmian pembukaan rapat kerja kepala perwakilan RI dengan Kemenlu di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/1/2020). Presiden Joko Widodo meminta para duta besar dan perwakilan RI di luar negeri melakukan diplomasi ekonomi karena diperlukan oleh Indonesia saat ini. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bahtiar Najamudin menganggap wajar Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah karena tidak puas dengan kinerja menteri-menterinya.

Menurut Senator asal Provinsi Bengkulu ini, Kemarahan Presiden Jokowi bukan tanpa alasan.

Pada saat ekonomi luluh lantah akibat pandemi Covid-19, berbagai kebijakan pemulihan serta penaggulangan telah dibuat.

Sultan Najamudin juga mengingatkan, siapapun menteri yang merasa belum mampu menjalankan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi, diharapkan dengan sendirinya untuk mundur.

Baca: Jokowi Singgung Isu Reshuffle, Sekjen MUI: Presiden Benar-benar Kecewa Terhadap Kinerja Para Menteri

"Sebaiknya gentle. Jangan nunggu direshufle, mending mundur saja," katanya kepada wartawan, Selasa (30/6/2020).

Sultan menambahkan, selain lamban, beberapa Kementerian ia anggap tidak serius bekerja.

Berita Rekomendasi

Budaya ABS alias asal bapak senang masih membudaya.

Baca: Beberapa Respons Soal Kejengkelan Jokowi Pada Para Menteri: PDIP, Nasdem, Demokrat, Hingga Istana

"Untungnya pak Jokowi tidak asal saja menerima laporan. Buktinya dalam rapat tersebut beliau juga menginstruksikan supaya belanja-belanja di kementerian terus digenjot. Karena menurut pak Presiden semua yang dilaporkan menterinya masih biasa-biasa saja dan diminta segera dibelajankan secepatnya," ujarnya.

Bahkan, ia menduga, ada sebagian menteri yang memiliki loyalitas ganda.

Selain loyal ke presiden ada juga yang loyal untuk kepentingan Parpol dan kelompok-kelompok tertentu.

"Harusnya ini tidak boleh terjadi, ketika yang bersangkutan sepatutnya diangkat menjadi menteri, statusnya bukan pegawai parpol tapi pembantu presiden dan hanya boleh loyal ke negara," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal reshuffle saat rapat kabinet paripurna di hadapan para menteri Kabinet Indonesia Maju pada 18 Juni 2020, lalu.

Dalam kesempatan itu, Jokowi mengutarakan rasa kecewanya terhadap kinerja para menteri yang dinilai tidak memiliki progres kerja yang signifikan.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Baca: Jengkel dengan Kinerja Para Menteri di Tengah Krisis Pandemi, Jokowi: Nggak Ada Progress Signifikan

Lebih lanjut, Presiden mengajak para menteri ikut merasakan pengorbanan yang sama terkait krisis kesehatan dan ekonomi yang menimpa Indonesia saat di tengah pandemi Covid-19.

Jokowi menilai, hingga saat ini diperlukan kerja-kerja cepat dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Terlebih, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyampaikan, bahwa 1-2 hari lalu growth pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen. 6-7,6 persen minusnya. Lalu, Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen.

"Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," ucap Jokowi.

Belanja Sektor Kesehatan Baru 1,53 Persen dari Rp 75 Triliun

Masih dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengungkapkan rasa kecewanya terkait minimnya belanja kementerian di masa krisis pandemi Covid-19.

Menurut Jokowi, minimnya belanja kementerian akan berdampak pada ekonomi masyarakat.

Ia pun meminta agar belanja kementerian segera dipercepat semaksimal mungkin

"Saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beradar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

"Jadi belanja kementerian tolong dipercepat," tambahnya.

Baca: Saat Jokowi Bicara Reshuffle di Depan Menteri

Jokowi pun menyinggung Kementerian Kesehatan yang masih minim menggunakan alokasi belanjanya.

Padahal, disaat krisis ini, Jokowi ingin kecepatan kementerian dalam melakukan perputaran uang.

"Bidang kesehatan, tuh dianggarkan Rp 75 triliun. Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua," ujar Jokowi.

Baca: Marahi Menteri, Jokowi Pertimbangkan Reshuffle hingga Bubarkan Lembaga

"Segara itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran. Sehingga mentrigger ekonomi," ucapnya.

Jokowi pun merasa heran, padahal anggaran Rp 75 triliun di sektor kesehatan bisa dialokasikan dengan cepat ke tenaga media hingga belanja alat kesehatan.

"Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialias, untuk tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu," kata Jokowi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas