DPR Kesulitan Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Ernest: Kalo Gak Mau Sulit Jangan Jadi DPR
Usualn Komisi VII DPR agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari daftar Program Legislasi NasionalPrioritas 2020 menuai kritikan
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Tara Basro mengutip postingan dari @kalis.mardiasih soal pernyataan DPR yang mengaku sulit membahas RUU PKS.
Pasalnya saat ini, data kekerasan seksual sebenarnya sudah tersedia di mana-mana.
"Data kekerasan seksual udah tersedia dimana-mana, kasus kekerasan seksual terus meningkat,
DPR gak malu apa ya bilang sulit ke korban?"
Sementara itu, menurut Komnas Perempuan, para DPR saat ini tidak ada perhatian lagi terhadap korban kekerasan seksual.
Baca: Usulan Penghapusan RUU Kekerasan Seksual dari Prolegnas, PSI: DPR Gagal Berpihak pada Perempuan
Baca: Remaja di Bali Jadi Korban Kekerasan Seksual Sepupu Hingga Hamil, Diperkosa Mertua Usai Melahirkan
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan sikap DPR yang menggeser RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 ke tahun 2021.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, langkah tersebut menandakan bahwa DPR tidak memberi perhatian pada kasus kekerasan seksual beserta korbannya.
Apalagi, penundaan pembahasan RUU ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir.
"Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut," kata Mariana kepada Kompas.com, Rabu (1/7/2020).
Mariana mengungkap bahwa angka kekerasan seksual terus meningkat setiap tahun.
Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen. Artinya, selama 12 tahun kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melonjak hampir 8 kali lipat.
Sepanjang tahun 2019, dilaporkan bahwa terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Jumlah tersebut naik 6 persen dari tahun sebelumnya, yang mana terdapat 406.178 kasus kekerasan.
Mariana mengungkap, belakangan, kekerasan seksual marak terjadi di lingkungan keluarga seperti inses dan marital rape (kekerasan seksual dalam rumah tangga).