Politikus Demokrat Belum Lihat Adanya Langkah Strategis Setelah Jokowi Marah di Depan Menterinya
Politikus partai Demokrat menilai jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju sampai saat ini masih terlihat biasa-biasa saja dalam bekerja.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus partai Demokrat menilai jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju sampai saat ini masih terlihat biasa-biasa saja dalam bekerja menangani pandemi Covid-19.
Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengancam akan merombak susunan menteri atau reshuffle saat rapat kabinet 18 Juni 2020.
"Sampai hari ini, pasca Jokowi marah-marah di depan menterinya belum jelas langkah taktis dan strategis mengikutinya," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan kepada wartawan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Baca: Dicecar Najwa Shihab soal Jeda 10 Hari Video Marah Jokowi, Moeldoko: Itu Enggak Perlu Dibahas Lah
Menurut Irwan, jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah dan berdampak terhadap tumbangnya perekonomian nasional, telah membuat keresahan di masyarakat.
Hal ini pun memperlihatkan ketidakberdayaan Presiden Jokowi dan jajarannya dalam menangani wabah tersebut.
"Sepertinya para menteri kembali harus bersiap dimarahi atasan tertingginya," ucapnya.
Baca: Respons PKPI Sikapi Kemungkinan Putra Hendropriyono Masuk Dalam Kabinet Jokowi
Anggota Komisi V DPR itu menjelaskan, saat Covid-19 melanda Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan-kebijakan besar yang bepotensial melanggar konstitusi.
"Keadaan krisis benar-benar dimanfaatkan sebagai alasan perluasan kekuasaan politik pemerintah," kata Irwan.
Baca: Najwa Shihab Tanyakan Video Kemarahan Jokowi, Moeldoko Singgung Lembaga di Luar Kabinet
Selain itu, kata Irwan, dari sisi parlemen pun telah memberikan kelonggaran kebijakan regulasi dan anggaran ke pemerintah untuk menyelamatkan rakyat dan negara, tapi malah banyak parameter menunjukkan keadaan makin memburuk.
"Perppu Penanganan Pandemi Covid-19 yang kemudian jadi undang-undang, Undang-Undang Minerba, kenaikan tarif listrik PLN dan iuran BPJS, Omnibus Law, RUU Cipta Kerja dan terakhir RUU HIP adalah contoh bagaimana keadaan krisis digunakan untuk menambah dan memperkuat kekuasaan politik," tutur Irwan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal reshuffle saat rapat kabinet paripurna di hadapan para menteri Kabinet Indonesia Maju pada 18 Juni 2020, lalu.
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengutarakan rasa kecewanya terhadap kinerja para menteri yang dinilai tidak memiliki progres kerja yang signifikan.
"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
Baca: Jengkel dengan Kinerja Para Menteri di Tengah Krisis Pandemi, Jokowi: Nggak Ada Progress Signifikan
Lebih lanjut, Presiden mengajak para menteri ikut merasakan pengorbanan yang sama terkait krisis kesehatan dan ekonomi yang menimpa Indonesia saat di tengah pandemi Covid-19.
Jokowi menilai, hingga saat ini diperlukan kerja-kerja cepat dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Terlebih, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyampaikan, bahwa 1-2 hari lalu growth pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen. 6-7,6 persen minusnya. Lalu, Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen.
"Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linear, jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya lihat masih banyak kita yang menganggap ini normal," ucap Jokowi.
Belanja Sektor Kesehatan Baru 1,53 Persen dari Rp 75 Triliun
Masih dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengungkapkan rasa kecewanya terkait minimnya belanja kementerian di masa krisis pandemi Covid-19.
Menurut Jokowi, minimnya belanja kementerian akan berdampak pada ekonomi masyarakat.
Ia pun meminta agar belanja kementerian segera dipercepat semaksimal mungkin
"Saya perlu ingatkan belanja-belanja di kementerian. Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beradar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik," kata Jokowi lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
"Jadi belanja kementerian tolong dipercepat," tambahnya.
Baca: Saat Jokowi Bicara Reshuffle di Depan Menteri
Jokowi pun menyinggung Kementerian Kesehatan yang masih minim menggunakan alokasi belanjanya.
Padahal, disaat krisis ini, Jokowi ingin kecepatan kementerian dalam melakukan perputaran uang.
"Bidang kesehatan, tuh dianggarkan Rp 75 triliun. Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua," ujar Jokowi.
Baca: Marahi Menteri, Jokowi Pertimbangkan Reshuffle hingga Bubarkan Lembaga
"Segara itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran. Sehingga mentrigger ekonomi," ucapnya.
Jokowi pun merasa heran, padahal anggaran Rp 75 triliun di sektor kesehatan bisa dialokasikan dengan cepat ke tenaga media hingga belanja alat kesehatan.
"Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialias, untuk tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp 75 triliun seperti itu," kata Jokowi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.