Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ratusan Masyarakat Sipil Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020: Hanya Janji yang Terus Gagal

Ratusan masyarakat sipil mengaku kecewa atas ditariknya RUU PKS dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Ratusan Masyarakat Sipil Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020: Hanya Janji yang Terus Gagal
Tribunnews/JEPRIMA
Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Ratusan jaringan dan organisasi yang tergabung dalam masyarakat sipil mengaku kecewa atas kinerja dari DPR RI.

Hal itu buntut ditariknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.

Perwakilan jaringan masyarakat sipil, Veni Siregar, mengatakan ada ketidakjelasan status RUU PKS di parlemen.

Pihaknya mencatat, sejak Maret 2020, Komisi VIII DPR telah menyerahkan RUU tersebut kepada Badan Legislasi (Baleh) DPR.

Aktivis gabungan melakukan aksi saat Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/12/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Aktivis gabungan melakukan aksi saat Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/12/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: LBH APIK Ungkap Sulitnya Dampingi Korban Kekerasan Seksual Tanpa Payung Hukum: Itu Terobosan RUU PKS

"Kami mendapat informasi sejak Maret 2020 Komisi VIII telah menyerahkan RUU ini kepada Baleg DPR RI."

"Dengan alasan adanya beban penyelesaian agenda RUU yang cukup sulit untuk dipenuhi," tutur Veni dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (5/7/2020).

Namun, pada saat itu Baleg DPR tidak mengambil alih sebagai RUU Prioritas 2020.

BERITA REKOMENDASI

Sehingga sampai saat ini, status RUU PKS masih menjadi usulan Komisi VIII.

Aktivis gabungan melakukan aksi saat Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/12/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Aktivis gabungan melakukan aksi saat Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/12/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: RUU PKS Dianggap Mengadopsi Ideologi Barat, LBH APIK: Justru Kita Lihat Situasi Korban di Indonesia

Veni menuturkan, sejak ditetapkan sebagai proglenas prioritas 2020, sampai bulan Juli 2020 ini, belum ada kejelasan siapa yang akan menjadi pengusul RUU PKS.

Hal ini justru menimbulkan kebingungan publik.

Terlebih mengenai posisi kebijakan yang sangat diharapkan untuk melindungi dan memberikan akses keadilan bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya.

"Ketidakjelasan status dan tidak transparannya proses di DPR jelas menyulitkan masyarakat dalam mengawal RUU ini."


"Padahal pembahasan RUU sejatinya inklusif dan partisipatif," lanjut Veni.

Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima
Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) berdemonstrasi menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). GEMAS mendesak pihak DPR khususnya Panja RUU PKS Komisi VIII agar segera membahas RUU P-S. Di dalamnya sendiri terdapat poin yang harus disahkan, yaitu menyepakati judul dan sistematika dari RUU PKS sendiri. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca: LBH APIK Jakarta Beberkan Sederet Alasan Mengapa RUU PKS Harus Benar-benar Disahkan

Adapun, Veni menjelaskan situasi menggantung ini tidak terlalu berbeda dibandingkan tahun 2019.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas