Kisah Jenderal Hoegeng Iman Santoso Tolak Beri Surat Izin Untuk Putranya Mendaftar Akabri
Aditya Soetanto Hoegeng, putra Hoegeng bercerita, pada tahun 1968, dirinya yang baru lulus SMA hendak mendaftar menjadi anggota Angkatan Udara.
Editor: Adi Suhendi
Begitu tiba di rumah, Didit yang tak berani protes kepada Hoegeng menggunduli kuas-kuas lukis kesayangan Hoegeng.
Menurut Didit, menggunduli kuas lukis Hoegeng merupakan dosa terbesar yang pernah dilakukannya.
"Beliau melukis, dan ini yang saya juga merasa berdosa besar sama beliau. Alat-alat (melukis) kesayangan beliau, kuas, itu saya gunduli. Saya tidak berani protes sama beliau ya saya protes sama kuasnya," kata Didit.
Tak lama setelah kejadian itu, Jenderal Hoegeng tiba di rumah.
Ia mendapati putranya, Didit dalam keadaan marah.
Hoegeng, kata Didit, mengerti bahwa Didit marah karena tak diberi surat izin mendaftar Angkatan Udara.
Hoegeng pun lekas menghampiri Didit yang mengurung diri di kamar dan menceritakan alasannya tidak memberikan surat izin.
Hoegeng kala itu memberikan penjelasan dengan kondisi sedikit emosi.
Terbukti dari Hoegeng yang menggebrak meja.
"Kamu mesti ingat, bahwa saya saat ini sedang menjabat. Surat apapun yang saya keluarkan, entah itu izin orang tua, saya tidak perduli, tapi mungkin dengan surat seperti itu, kamu akan dapat kemudahan di akademi militer. Tidak ada kata, titik," kata Didit menirukan ucapan Hoegeng.
Didit yang saat itu berapi-api ingin menjadi seorang anggota angkatan udara pun menguburkan niatnya dalam-dalam.
Ia memahami ucapan sang ayah, yang tak ingin jabatan Kapolri memudahkan langkahnya menjadi anggota angkatan udara.
"Jadi itulah, dari satu sikap yang begitu disiplin, yang tidak bisa kita goyahkan. Karena beliau tidak mengenal warna abu-abu, yang beliau kenal hanya hitam dan putih."
"Integritas itu yang dipegang. Jadi saya katakan saya mengerti, tidak ada komentar apa-apa, selesai sudah dan beliau kembali lagi seperti biasa," kata Didit.