Gugatan Rachmawati Dikabulkan MA, Fadli Zon: Harusnya KPU Jangan Buru-buru Beri Tanggapan
Dokumen putusan tersebut baru diunggah sekira 8 bulan pascapembacaan putusan gugatan pada tanggal 28 Oktober 2019 lalu
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, seharusnya pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak tergesa-gesa dalam memberikan tanggapan soal gugatan Rachmawati Soekarnoputri yang dikabulkan Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Rachmawati Soekarnoputri dkk menggugat PKPU 5/2019 tentang Penetapan Capres-Cawapres Terpilih Pemilu 2019 yang baru dipublikasi Mahkamah Agung pada 3 Juli 2020 masih menyisakan tanda tanya.
Baca: Ramai Putusan Mahkamah Agung, Kata Kuasa Hukum Jokowi di Sidang MK hingga Politikus Gerindra Curiga
Pasalnya, dokumen putusan tersebut baru diunggah sekira 8 bulan pascapembacaan putusan gugatan pada tanggal 28 Oktober 2019 lalu.
"Harusnya pihak KPU jangan terburu-buru untuk memberikan tanggapan. Coba kita dengarkan fatwa Mahkamah Agung tuh seperti apa gitu. Jadi, kalo ada fatwa Mahkamah Agung kan lebih jelas mengelaborasinya meskipun semua itu kan sudah lewat ya," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020).
"Mestinya kita kaji lebih dalam ya putusan itu, kan yang diuji itu dengan konstitusi terutama persoalan 2/3 dan juga persoalan 20 persen," imbuhnya.
Terlebih, lanjut Fadli, dokumen putusan tersebut baru diupload per 3 Juli 2020 atau sekitar 8 bulan pascapembacaan putusan gugatan pada 28 Oktober 2019 lalu.
"Tapi kalau kita lihat fakta dari bahwa Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan itu dan diwaktu yang sekarang, itu juga suatu hal yang menarik. Dari sisi timingnya kenapa kok baru sekarang. Jadi harusnya KPU meminta fatwa kepada Mahkamah Agung," kata Anggota Komisi I DPR RI itu.
Diketahui, Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan yang dilayangkan Rachmawati Soekarnoputri perihal PKPU 5/2019 yang dinilai bertentangan dengan UU Pemilu dan UUD 1945.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung disebutkan bahwa PKPU 5/2019 memang bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu.
Baca: Fadli Zon: yang Tidak Stabil Itu Penanganan Covid-19 dan Bidang Ekonomi
Di mana UU ini mengatur sejumlah kriteria pemenang jika hanya ada dua pasangan calon yang bertanding di pilpres.
Di antaranya, pasangan itu harus menang 50 persen plus satu suara, kemudian meraih minimal 20 persen di seluruh provinsi, dan menang minimal 50 persen di separuh provinsi.