Jokowi Akhirnya Keluarkan Sikap soal RUU HIP: TAP MPRS soal Komunis Final, Tolak Ekasila dan Trisila
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menyatakan sikapnya terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Penulis: Daryono
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menyatakan sikapnya terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Sikap resmi Pemerintah terkait RUU HIP itu akan disampaikan secara langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD ke DPR, Kamis (16/7/2020) besok.
Sikap pemerintah atas RUU HIP ini, kata Mahfud, tidak berbeda dengan pernyataan sebelumnya pada 16 Juni 2020 dimana pemerintah meminta pembahasan RUU HIP ditunda.
Pemerintah, lanjut Mahfud, meminta penundaan pembahasan RUU HIP karena dua hal yakni ingin lebih fokus menangani Covid-19 dan karena adanya perdebatan dalam materi RUU HIP.
"Pemerintah besok akan menyampaikannya (sikap resmi pemerintah,-Red) secara resmi secara fisik dalam bentuk surat, menteri yang akan menyampaikannya ke situ, mewakili presiden," kata Mahfud dalam jumpa pers, Rabu (15/7/2020) sebagaimana dikutip dari tayangan live KompasTV.
Dalam sikap pemerintah itu, lanjut Mahfud, ada dua hal mendasar yang disampaikan pemerintah.
Pertama, soal prosedur pembahasan RUU HIP, pemerintah meminta agar DPR mendengarkan masukan dan aspirasi dari masyaraat.
Kedua, soal substansi RUU HIP, pemerintah menegaskan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme dan Pancasila yang sah adalah Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
"Bahwa TAP MPRS (Nomor XXV/MPRS/1966) final dan Pancasila yang sah resmi itu adalah Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 yang bunyinya tidak bisa dikurangi dan tidak bisa ditambah," jelas Mahfud.
Baca: Soal RUU HIP, Mahfud MD Tegaskan Sikap Dasar Pemerintah: Hanya Ada 1 Pancasila yang Resmi
Di luar hal itu, Mahfud menegaskan, pemerintah siap berdiskusi dengan DPR.
"Itu (Pancasila,-Red) tidak bisa dikurangi, tidak bisa diperas juga tidak bisa ditambah. Itu posisi pemerintah. Soal-soal lain bisa didiskusikan, yang di luar itu," terang dia.
Dengan adanya sikap itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menegaskan, pemerintah setuju dengan dua hal yang diprotes masyarakat.
Yakni soal TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dan persoalan eka sila dan tri sila.
"Pemerintah tidak setuju dalam dua hal yang diprotes. Kan dua yang diprotes satu soal TAP MPRS, kedua soal Tri Sila dan Eka Sila. Nah kita jawab itu. kita sependapat dengan masyarakat," beber dia.
Setelah pemerintah menyampaikan surat resmi ke DPR pada Kamis besok, lanjut Mahfud, proses selanjutnya ada di DPR.
"Nanti silahkan DPR sesudah itu mau dibawa ke proses legislasi seperti apa. Apakah ke prolegnas atau apa, tetapi pemerintah akan menyatakan sikap seperti itu," ujar dia.
Mahfud melanjutkan, pemerintah tidak bisa serta merta meminta pencabutan pembahasan RUU HIP.
Hal ini karena RUU HIP yang merupakan RUU usulan dari DPR merupakan kewenangan DPR untuk mencabutnya.
"Ini masalah ketetanegaraan. Kita pemerintah, kita gak bisa cabut, ada proses-proses legislassinya," kata Mahfud.
Demokrat dan MUI Tegas Tolak RUU HIP
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyambangi Kantor MUI Pusat di Jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/7/2020) siang.
Kedatangan AHY dalam rangka bersilaturahmi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam pertemuan tersebut, Partai Demokrat bersama MUI membahas sejumlah persoalan kebangsaan hingga secara spesifik membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
AHY mengatakan, rencana silaturahmi bersama MUI ini sebetulnya sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Hanya saja akibat terhalang pandemi Covid-19 baru bisa terealisasi dan mendapatkan waktu yang tepat hari ini.
"Maksud dan tujuan kedatangan saya dan jajaran Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat adalah untuk membangun tali silaturahim yang lebih baik lagi antara Partai Demokrat dengan MUI," kata AHY.
Baca: HNW: Lahirnya RUU HIP, Isyarat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Makin Mendesak
"Sudah lama sebetulnya kami rencanakan, apalagi kantor kami ini dekat sekali, kita bertetangga. Namun karena dinamika situasi negara saat ini di tengah-tengah pandemi Covid-19, baru kali ini bisa kami wujudkan," tambahnya.
Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menambahkan, selain memperkuat tali silaturahim bersama MUI, Partai Demokrat juga berkolaborasi antar lembaga, terutama terkait hal-hal yang berkaitan keumatan.
"Secara politik terus memperjuangkan berbagai aspek yang serupa, tentu juga berbicara tentang umat Islam, tentang rakyat dan negara secara keseluruhan," kata AHY.
Secara khusus, dalam pertemuan yang berlangsung hangat selama hampir dua jam, juga membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang beberapa waktu lalu menjadi kontroversi.
"Alhamdulillah Partai Demokrat dan MUI tegas menolak RUU HIP. Ini merupakan set back historis, yang menimbulkan masalah baru yang tidak diperlukan di negeri kita, di saat kita semua fokus untuk melawan pandemi Covid-19," ujarnya.
Baca: Tolak RUU HIP, Pancasila Ideologi Bangsa yang Final dan Harga Mati
Sementara itu, Waketum MUI KH. Muhyiddin Junaidi kembali menjelaskan tujuan kedatangan pimpinan Partai Demokrat.
(Tribunnews.com/Daryono/Chaerul Umam)