Politisi Golkar Sebut Omnibus Law Akselerasi Ekonomi Kreatif dan Digital
Demikian diungkapkan plitikus Golongan Karya (Golkar) Meutya Hafid sebagai tanggapan dari hasil survei Charta
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Kesadaran masyarakat terhadap relevansi Omnibus Law Rancangan Undang Undang ( RUU) Cipta Kerja makin kuat di masa pandemi Covid-19 ini.
Demikian diungkapkan plitikus Golongan Karya (Golkar) Meutya Hafid sebagai tanggapan dari hasil survei Charta Politika terkait tren tiga bulan kondisi politik, ekonomi, dan hukum di masa pandemi Covid-19 dan persetujuan terhadap RUU Cipta Kerja.
Oleh karena itu, menurut dia, penciptaan lapangan kerja dengan mempermudah investasi masuk harus segera dilakukan untuk keluar dari keterpurukan ekonomi akibat Covid-19.
Baca: PKS Sebut Naskah Akademik Omnibus Law Ciptaker Tidak Layak dan Tidak Berkualitas
"Ini merupakan dorongan untuk teman-teman di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja," ujar dia dalam keterangan tertulis, kemarin.
Ia juga mengatakan, Omnibus Law merupakan terobosan yang salah satunya mendorong berkembangnya ekonomi digital, start up, dan ekonomi kreatif Tanah Air. "Omnibus law itu ada bagian tentang digital network sharing,"
Terlebih, lanjut Meutya, ekonomi digital merupakan sektor baru yang terbukti menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia di tengah pendemi coronavirus disease 2019 (Covid)-19.
"Ekonomi digital yang semakin maju di Indonesia sebagai sektor ekonomi baru yang selama pandemi ini, kan salah satu yang menopang, tidak turun adalah ekonomi digital," ujarnya.
Baca: Aksi Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Memanas, Massa Sempat Lempar Botol ke Arah Polisi
Dalam Ombibus Law di bagian network sharing itu disebutkan bahwa pembangunan infrastruktur bisa dilakukan secara sharing, sehingga kalau saat ini Indonesia masih mempunyai 12.500 desa yang belum terkoneksi dengan internet itu bisa dipenuhi.
"Dengan 175 juta pengguna internet saat ini, itu bisa dilengkapi apalagi di 2021 Kominfo juga sudah mengusulkan anggaran untuk satelit. Sehingga kalau jumlah pengguna internet yang sekarang naik 17% dari tahun lalu, sampai tahun ini akan naik lagi, maka dengan sendirinya digital ekonomi akan berjalan," ujarnya.
Melalui network sharing ini, lanjut Meutya, maka tidak ada lagi kompetitor dalam membangun infrastruktur.
Baca: Omnibus Law Jadi Strategi Paling Mungkin untuk Atasi Masalah Ekonomi di Tengah Pandemi
Ini menjadikan berbagai kesulitan menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau ini bisa lebih mudah karena dikerjakan oleh seluruh provider telekomunikasi secara bersama-sama.
Senada dengan Meutya, legislator dari PDIP, Aria Bima, menyampaikan, Ombibus Law merupakan terobosan untuk melompat dalam konektivitas darat, laut, dan udara melalui telekomunikasi untuk pertumbuhan ekonomi. "Itulah perlunya Omnibus Law untuk mengakselerasi," ujarnya.
Aria Bima juga menyampaikan bahwa Omnibus Law dirancang bukan saat kondisi perekonomian Indonesia tengah terpuruk. Tapi sebaliknya, kondisi investasi, konsumsi, pajak, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.
"Pertumbuhan ekonomi di atas 5%, jadi Omnibus Law dibuat bukan dalam keadaan kita terpuruk, waktu itu belumm ada pandemi," ujarnya.
Sebagai informasi, Charta Politika sendiri melakukan survei nasional melalui telepon Senin (06/07/2020) hingga Minggu (12/07/2020).
Terkait hal itu, Meutya mengatakan bahwa survei nasional tersebut memanfaatkan sampel sebanyak 2.000 responden dipilih secara acak.
Sampel tersebut diperoleh dari survei tatap muka langsung yang pernah dilakukan selama dua tahun terakhir, yakni sebanyak 195,638 responden.
"Tercatat, mayoritas responden pernah mendengar mengenai RUU Cipta Kerja, tetapi yang tidak terlalu memahami sebanyak 47,3 persen,"katanya.
Sedangkan, yang pernah mendengar dan memahami RUU Cipta Kerja, sambung dia, sebanyak 13,3 persen responden.
Dengan demikian, berdasarkan survei tersebut, 55,5 persen responden yang mengetahui dan paham akan RUU Cipta Kerja setuju agar RUU ini disahkan.
"Dari angka tersebut, 60,5 persen diantaranya memiliki alasan bahwa RUU Cipta Kerja ini bisa menjadi stimulus ekonomi setelah pandemi,"imbuhnya.
Menurut Meutya, hal itu berarti masyarakat mulai sadar bahwa RUU Cipta Kerja memiliki dampak positif.
Kemudian, ia mengungkapkan, survei ini juga membuktikan masyarakat akan memiliki kesadaran untuk setuju dan mendukung pengesahannya.
"Kondisi saat terjadi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja, sangat mungkin terjadi karena yang menolak ini justru belum tahu dan mengerti isi dari RUU ini," katanya. (Maria Arimbi Haryas Prabawanti)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Meutya Hafid: Kesadaran Masyarakat Terhadap Relevansi RUU Cipta Kerja Makin Kuat"