Polri: Tidak Ada Ruang Bagi Premanisme dan Aksi Kekeraaan di Negeri Ini
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari setiap 100 ribu penduduk di tahun 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan tidak ada ruang bagi premanisme maupun aksi kekerasan di wilayah hukum negara ini. Polri berada di garda terdepan dalam menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri.
Hal itu disampaikan Kepala Divisi Humas (Kadiv) Polri, Irjen Pol Argo Yuwono pada acara Focus Grup Discussion (FGD) di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
“Polri bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan berada di garda terdepan menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri,” kata Argo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setyono.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari setiap 100 ribu penduduk di tahun 2018, 113 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan.
Baca: Komnas Perempuan Sebut Selama 9 Tahun Ada 46 Ribu Lebih Kasus Kekerasan Seksual
Sedangkan berdasarkan pendataan potensi desa (Podes) di tahun yang sama terjadi konflik massal di 3.100 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal itu, dalam menangani premanisme dan aksi kekerasan, Polri kata Argo melakukan tiga kategori langkah, yaitu: cara preventif, cara represif, dan cara preemtif.
“Preventif dilakukan dengan cara melakukan tugas patroli dialogis maupun patroli rayon, cara preventif merupakan penindakan langsung terhadap praktek premanisme dan aksi kekerasan di tengah masyarakat, preemtif dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum dan program yang bertujuan membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Selain dari unsur kepolisian, FGD yang mengambil tema "Peran Negara Dalam Menutup Ruang Premanisme dan Aksi Premanisme" juga dihadiri dosen Universitas Indonesia (UI) Dr Devie Rahmawati dan psikolog Reza Indragiri Amriel.
Psikolog Reza Indragiri Amriel dalam FGD itu menyampaikan, bahwa premanisme dan aksi kekerasan timbul karena adanya kevakuman, baik kevakuman hukum, kevakuman keadilan, maupun kevakuman pihak yang berwenang.
"Untuk mengatasinya harus diperkuat relasi polisi di masyarakat sehingga tidak ada ruang kosong yang dimanfaatkan para preman," tutur Reza.
Soal adanya kevakuman, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan hal ini karena adanya keterbatasan ruang coverage polisi, baik dilihat dari jumlah personel maupun luas wilayah.
Untuk itulah Polda Metro Jaya membuka fasilitas hotline yang memungkinkan masyarakat bisa berkomunikasi tiap saat dengan polisi. "Manfaatkan nomor hotline polisi jika sewaktu-waktu ada premanisme dan aksi kekerasan," pesan Tubagus.